Rabu, 29 Desember 2010

MENANGIS APAKAH MEMBATALKAN PUASA.??

Menangis apapun
penyebabnya tidak
membatalkan puasa. Tapi
apakah bisa mengurangi
pahala puasa, kita lihat
dulu menangisnya karena
apa?
Jika menangisnya karena
merenungi dosa dan
kesalahan, atau saat
berdoa, saat membaca
Al-Qur'an atau saat
melakukan ibadah yang
lain, itu tidak apa-apa.
Bahkan dianjurkan.
Menangis karena
musibah juga tidak apa-
apa asalkan tetap
terkontrol tidak sampai
meraung-raung, karena
ada larangan dari
Rasulullah SAW menangis
sampai meraung-raung
apalagi sampai
menyobek-nyobek
pakaian.
Tapi jika menangisnya
karena marah yang tidak
kesampaian atau karena
menonton acara TV
seperti sinetron, itu yang
bisa mengurangi pahala
puasa. Sebab, jika kita
ingin meraih
kesempurnaan ibadah
puasa maka kita
dianjurkan untuk bisa
mengontrol emosi/
amarah dan tidak
menghabiskan waktu
dalam kesia-siaan. Wa
Allahu a'lam

Selasa, 28 Desember 2010

MENELAN LUDAH APAKAH BATAL PUASANYA.??

1. Bahwa orang yg
melakukan pembatal-
pembatal puasa dlm
keadaan lupa dipaksa dan
tdk tahu dari sisi hukum
mk tidaklah batal
puasanya. Begitu pula
orang yg tdk tahu dari
sisi waktu seperti orang
yg menjalankan sahur
setelah terbit fajar dlm
keadaan yakin bahwa
waktu fajar belum tiba.
Asy-Syaikh Muhammad
bin Shalih Al- ‘Utsaimin t
setelah menjelaskan
tentang pembatal-
pembatal puasa berkata:
“ Dan pembatal-pembatal
ini akan merusak puasa
namun tdk merusak
kecuali memenuhi tiga
syarat: mengetahui
hukum ingat dan
bermaksud melakukan .”
Kemudian beliau
membawakan beberapa
dalil di antara hadits yg
menjelaskan bahwa Allah
telah mengabulkan doa
yg tersebut dlm firman-
Nya:
“ Ya Allah janganlah
Engkau hukum kami jika
kami lupa atau kalau
kami salah . ”
Begitu pula ayat ke-106 di
dlm surat An-Nahl yg
menjelaskan tdk berlaku
hukum kekafiran
terhadap orang yg
melakukan kekafiran krn
dipaksa. mk hal ini tentu
lbh berlaku pada
permasalahan yg
berhubungan dgn
pembatal-pembatal
puasa.
Dan yg dimaksud oleh
Asy-Syaikh Al- ‘Utsaimin t
adl apabila orang
tersebut benar-benar tdk
tahu dan bukan orang yg
tdk mau tahu wallahu
a ’lam. Sehingga orang yg
merasa diri teledor atau
lalai krn tdk mau berta
tentu yg lbh selamat bagi
adl mengganti puasa atau
ditambah dgn membayar
kaffarah bagi yg terkena
kewajiban tersebut.
2. Orang yg muntah
bukan krn keinginan
tidaklah batal puasanya.
Hal ini sebagaimana
tersebut dlm hadits:
“Barang siapa yg muntah
krn tdk disengaja mk tdk
ada kewajiban bagi dia
utk mengganti puasanya.
Dan barang siapa yg
muntah dgn sengaja mk
wajib bagi utk mengganti
puasanya.”
Oleh krn itu orang yg
merasa mual ketika dia
menjalankan puasa
sebaik tdk berusaha
memuntahkan apa yg ada
dlm perut dgn sengaja
krn hal ini akan
membatalkan puasanya.
Dan jangan pula dia
menahan muntah krn
inipun akan berakibat
negatif bagi dirinya. mk
biarkan muntahan itu
keluar dgn sendiri krn hal
tersebut tdk
membatalkan puasa.
3. Menelan ludah tidaklah
membatalkan puasa.
Berkata Asy-Syaikh Ibnu
Baz
“ Tidak mengapa utk
menelan ludah dan saya
tdk melihat ada
perselisihan ulama dlm
hal ini krn hal ini tdk
mungkin utk dihindari
dan akan sangat
memberatkan. Adapun
dahak mk wajib utk
diludahkan apabila telah
berada di rongga mulut
dan tdk boleh bagi orang
yg berpuasa utk menelan
krn hal itu
memungkinkan utk
dilakukan dan tdk sama
dgn ludah. ”
4. Keluar darah bukan krn
keinginan seperti luka
atau krn keinginan
namun dlm jumlah yg
sedikit tidaklah
membatalkan puasa.
Berkata Asy-Syaikh
Al- ‘Utsaimin t
dalam beberapa
fatwanya:
a. “Keluar darah di gigi
tidaklah mempengaruhi
puasa selama menjaga
agar darah tdk ditelan ”.
b. “Pengetesan darah
tidaklah mengapa bagi
orang yg berpuasa yaitu
pengambilan darah utk
diperiksa jenis golongan
darah dan dilakukan krn
keinginan mk tdk apa-
apa”.
c. “Pengambilan darah
dlm jumlah yg banyak
apabila berakibat dgn
akibat yg sama dgn
melakukan berbekam
seperti menyebabkan
lemah badan dan
membutuhkan zat
makanan mk hukum sama
dgn berbekam ”
Maka orang yg keluar
darah akibat luka di gigi
baik krn dicabut atau krn
terluka gigi tidaklah
batal puasanya. Namun
dia tdk boleh menelan
darah yg keluar itu dgn
sengaja. Begitu pula
orang yg dikeluarkan
sedikit darah utk
diperiksa golongan darah
tidaklah batal puasanya.
Kecuali bila darah yg
dikeluarkan dlm jumlah
yg banyak sehingga
membuat badan lemah
mk hal tersebut
membatalkan puasa
sebagaimana orang yg
berbekam .
Meskipun terjadi
perbedaan pendapat yg
cukup kuat dlm masalah
ini namun yg
menenangkan tentu adl
keluar dari perbedaan
pendapat. mk bagi orang
yg ingin melakukan donor
darah sebaik dilakukan di
malam hari krn pada
umum darah yg
dikeluarkan jumlah besar.
Kecuali dlm keadaan yg
sangat dibutuhkan mk dia
boleh melakukan di siang
hari dan yg lbh hati-hati
adl agar dia mengganti
puasa di luar bulan
Ramadhan.
5. Pengobatan yg
dilakukan melalui suntik
tidaklah membatalkan
puasa krn obat suntik tdk
tergolong makanan atau
minuman. Berbeda hal
dgn infus mk hal itu
membatalkan puasa krn
dia berfungsi sebagai zat
makanan. Begitu pula
pengobatan melalui tetes
mata atau telinga
tidaklah membatalkan
puasa kecuali bila dia
yakin bahwa obat
tersebut mengalir ke
kerongkongan. Terdapat
perbedaan pendapat
apakah mata dan telinga
merupakan saluran ke
kerongkongan
sebagaimana mulut dan
hidung ataukah bukan.
Namun wallahu a ’lam yg
benar adl bahwa kedua
bukanlah saluran yg akan
mengalirkan obat ke
kerongkongan. mk obat
yg diteteskan melalui
mata atau telinga
tidaklah membatalkan
puasa. Meskipun bagi yg
merasakan masuk obat
ke kerongkongan tdk
mengapa bagi utk
mengganti puasa agar
keluar dari perselisihan.
6. Mencium dan memeluk
istri tidaklah
membatalkan puasa
apabila tdk sampai keluar
air mani meskipun
mengakibatkan keluar
madzi. Rasulullah
bersabda dlm sebuah
hadits shahih yg artinya:
“ Dahulu Rasulullah
mencium dlm keadaan
beliau berpuasa dan
memeluk dlm keadaan
beliau puasa akan tetapi
beliau adl orang yg paling
mampu menahan syahwat
di antara kalian.”
Akan tetapi bagi orang yg
khawatir akan keluar
mani dan terjatuh pada
perbuatan jima ’ krn
syahwat yg kuat mk yg
terbaik bagi adl
menghindari perbuatan
tersebut. Karena puasa
bukanlah sekedar
meninggalkan makan
atau minum tetapi juga
meninggalkan
syahwatnya. Rasulullah n
bersabda:
“ meninggalkan syahwat
dan makan krn Aku.”
Dan juga beliau n
bersabda:
“ Tinggalkan hal-hal yg
meragukan kepada yg
tdk meragukan. ”
7. Bagi laki2 yg sedang
berpuasa diperbolehkan
utk keluar rumah dgn
memakai wewangian.
Namun bila wewangian
itu berasal dari suatu
asap atau semisal mk tdk
boleh utk menghirup atau
menghisapnya. Juga
diperbolehkan bagi utk
menggosok gigi dgn pasta
gigi kalau dibutuhkan.
Namun dia harus menjaga
agar tdk ada yg tertelan
ke dlm tenggorokan
sebagaimana
diperbolehkan bagi diri
utk berkumur dan
memasukkan air ke
hidung dgn tdk terlalu
kuat agar tdk ada air yg
tertelan atau terhisap.
Namun seandai ada yg
tertelan atau terhisap
dgn tdk sengaja mk tdk
membatalkan puasa. Hal
ini sebagaimana
disebutkan dlm hadits:
“ Bersungguh-sungguhlah
dlm istinsyaq kecuali jika
engkau sedang
berpuasa . ”
8. Diperbolehkan bagi
orang yg berpuasa utk
menyiram kepala dan
badan dgn air utk
mengurangi rasa panas
atau haus. Bahkan boleh
pula utk berenang di air
dgn selalu menjaga agar
tdk ada air yg tertelan ke
tenggorokan.
9. Mencicipi masakan
tidaklah membatalkan
puasa dgn menjaga
jangan sampai ada yg
masuk ke kerongkongan.
Hal ini sebagaimana
disebutkan oleh Ibnu
Abbas c
dalam sebuah atsar:
“ Tidak apa-apa bagi
seseorang utk mencicipi
cuka dan lain yg dia akan
membelinya. ”
Demikian beberapa hal
yg bisa kami ringkaskan
dari penjelasan para
ulama. Yang paling
penting bagi tiap muslim
adl meyakini bahwa
Rasulullah n
tentu telah menjelaskan
seluruh hukum-hukum yg
ada dlm syariat Islam ini.
mk kita tdk boleh
menentukan sesuatu itu
membatalkan puasa atau
tdk dgn perasaan semata.
Bahkan harus
mengembalikan kepada
dalil dari Al Qur`an dan
As Sunnah dan penjelasan
para ulama.
06 September jam 23:55 · Suka
Tanya Jawab Masalah
Islam Ada beberapa hal
yang membatalkan puasa
dengan konsekuensi
qadla` saja tanpa
berkewajiban membayar
kafarah, yaitu:
1. Masuknya satu benda
atau dzat ke dalam perut
dari lobang terbuka
seperti mulut, hidung,
lobang penis, anus dan
bekas infus, baik
sesedikit/sekecil apapun,
seperti semut merah;
ataupun benda tersebut
yang tidak biasa dimakan
seperti debu atau kerikil.
Masuk dalam kategori ini
juga :
* Sengaja mencium bau
renyah daging goreng;
* Menghirup obat pelega
pernafaan (semacam
vicks atau mint) ket ika
seseorang merasa sesak
nafas;
* Menelan kembali ludah
yang sudah berceceran
dari pusat kelenjar
penghasil ludah. Seperti
menelan kembali ludah
yang sudah keluar dari
mulutnya (dihukumi
sebagai benda luar); atau
seseorang membasahi
benang dengan ludahnya
kemudian
mengembalikan benang
yang basah (oleh
ludahnya tersebut) ke
dalam mulutnya dan hasil
ludah tersebut ditelannya
lagi; atau menelan ludah
yang sudah bercampur
dengan benda lain -lebih-
lebih benda yang terkena
najis.
* Mempermainkan ludah
di antara gigi-gigi,
sementara ia bisa
memuntahkannya.
* Menelan sisa-sisa
makanan yang menempel
di antara gigi-gigi meski
sedikit, sementara ia
sebenarnya bisa
memisahkannya tanpa
harus menelannya.
2. Menelan dahak yang
sudah sampai ke batas
luar mulut. Namun jika
kesulitan
memuntahkannya maka
tidak apa-apa;
3. Masuknya air
madlmadlah (air kumur)
atau air istinsyaq (air
untuk membersihkan
hidung) ketika wudlu
hingga melwati
tenggorokan atau
kerongkongan karena
berlebih-lebihan dalam
melakukannya.
4. Muntah dengan
sengaja walaupun ia
yakin bahwa muntahan
tersebut tidak ada yang
kembali ke perut.
5. Ejakulasi ekster-coitus
(Istimna) seperti onani --
baik dengan tangan
sendiri maupun bantuan
isterinya--, atau mani
tersebut keluar
disebabkan sentuhan,
ciuman, maupun
melakukan petting
(bercumbu tanpa
senggama) tanpa
penghalang (bersentuhan
kulit dengan kulit). Hal-
hal tersebut
membatalkan puasa
karena interaksi secara
langsung menyentuh
kelamin hingga
menyebabkan ejakulasi.
Adapun jika seorang
keluar mani karena
imajinasi sensual, melihat
sesuatu dengan syahwat,
melakukan petting tanpa
sentuhan kulit dengan
kulit (masih dihalangi
kain), maka tidak apa-
apa, karena interaksi
tersebut tidak secara
langsung menyentuh
kelamin hingga
menyebabkan ejakulasi.
Dan hukumnya
disamakan dengan mimpi
basah. Namun jika hal itu
dilakukan berulang-ulang
maka puasanya batal,
meskipun tidak ejakulasi.
6. Jelas-jelas keliru makan
pada siang hari, karena
sudah terbitnya fajar
atau belum terbenamnya
matahari.
Jika ia berbuka puasa
dengan sebuah ijtihad
yaitu membaca
keberadaan awan
kemerah-merahan
(sabagai tanda waktu
buka) atau yang lain,
seperti cara menentukan
waktu sholat (secara
astronomis), maka
dibolehkan atau sah
puasanya.
Namun, untuk kehati-
hatian, hindari makan di
penghujung hari
(berbuka) kecuali dengan
keyakinan sudah saatnya
berbuka. Juga dibolehkan
makan di penghujung
malam (waktu sahur) jika
ia menyangka masih ada
waktu meski sebenarnya
waktu fajar sudah tiba
dan dimulutnya masih
ada makanan maka sah
puasanya. Sebab dasar
hukum itu berangkat dari
keyakinan awal yaitu
belum terbit fajar. Akan
tetapi jika sudah jelas-
jelas ia mengetahui
terbitnya fajar (imsak)
sementara di mulutnya
masih ada makanan
kemudian ia langsung
memuntahkan makanan
tersebut maka tidak apa-
apa, namun jika masih
asyik memakannya maka
puasanya batal.
7. Datang bulan (haid),
nifas, gila, dan murtad.
Sebab kembali pada
syarat-syarat sahnya
puasa yaitu sehat akal
(Akil), masuk ke jenjang
dewasa (baligh), muslim,
dan suci dari haid dan
nifas. Dengan demikian
batalnya puasa tersebut
karena tidak memenuhi
persyaratan tersebut
diatas.

BOLEHKAH PUASA SYAWAL NIATNYA DI GABUNG QODLO ROMADLON.??

Dienul Islam datang
dengan seperangkat
ibadah yang beraneka
ragam. Hal itu
merupakan
kesempurnaan Dienul
Islam. Memang ada
beberapa ibadah yang
bisa dilakukan secara
bersamaan dan ada pula
yang tidak. Puasa
romadan merupakan
ibadah yang bersifat
wajib dan merupakan
jenis ibadah puasa sunnat
yang paling utama. Dan
puasa Tidak dapat
digambarkan cara
meenggabungkan kedua
ibadah tersebut secara
terus menerus. Maka
hendaklah mendahulukan
yang paling utama. Akan
tetapi, hendaknya juga
seorang insan melihat
keadaan dan
kemampuannya.
Faedah pertama: Puasa
syawal akan
menggenapkan ganjaran
berpuasa setahun penuh.
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
“ Barangsiapa yang
berpuasa Ramadhan
kemudian berpuasa enam
hari di bulan Syawal,
maka dia berpuasa
seperti setahun
penuh. ”[1]
Para ulama mengatakan
bahwa berpuasa seperti
setahun penuh asalnya
karena setiap kebaikan
semisal dengan sepuluh
kebaikan yang semisal.
Bulan Ramadhan (puasa
sebulan penuh, -pen)
sama dengan (berpuasa)
selama sepuluh bulan (30
x 10 = 300 hari = 10 bulan)
dan puasa enam hari di
bulan Syawal sama
dengan (berpuasa)
selama dua bulan (6 x 10
= 60 hari = 2 bulan).[2]
Jadi seolah-olah jika
seseorang melaksanakan
puasa Syawal dan
sebelumnya berpuasa
sebulan penuh di bulan
Ramadhan, maka dia
seperti melaksanakan
puasa setahun penuh. Hal
ini dikuatkan oleh sabda
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam,
“Barangsiapa berpuasa
enam hari setelah Idul
Fitri, maka dia seperti
berpuasa setahun penuh.
[Barangsiapa berbuat
satu kebaikan, maka
baginya sepuluh kebaikan
semisal][3].”[4] Satu
kebaikan dibalas dengan
sepuluh kebaikan semisal
dan inilah balasan
kebaikan yang paling
minimal.[5] Inilah nikmat
yang luar biasa yang
Allah berikan pada umat
Islam.
Cara melaksanakan
puasa Syawal adalah:
1. Puasanya dilakukan
selama enam hari.
2. Lebih utama
dilaksanakan sehari
setelah Idul Fithri, namun
tidak mengapa jika
diakhirkan asalkan masih
di bulan Syawal.
3. Lebih utama dilakukan
secara berurutan namun
tidak mengapa jika
dilakukan tidak
berurutan.
4. Usahakan untuk
menunaikan qodho’ puasa
terlebih dahulu agar
mendapatkan ganjaran
puasa setahun penuh.
Dan ingatlah puasa
Syawal adalah puasa
sunnah sedangkan qodho’
Ramadhan adalah wajib.
Sudah semestinya ibadah
wajib lebih didahulukan
daripada yang sunnah.
Faedah kedua: Puasa
syawal seperti halnya
shalat sunnah rawatib
yang dapat menutup
kekurangan dan
menyempurnakan ibadah
wajib.
Yang dimaksudkan di sini
bahwa puasa syawal akan
menyempurnakan
kekurangan-kekurangan
yang ada pada puasa
wajib di bulan Ramadhan
sebagaimana shalat
sunnah rawatib yang
menyempurnakan ibadah
wajib. Amalan sunnah
seperti puasa Syawal
nantinya akan
menyempurnakan puasa
Ramadhan yang
seringkali ada
kekurangan di sana-sini.
Inilah yang dialami setiap
orang dalam puasa
Ramadhan, pasti ada
kekurangan yang mesti
disempurnakan dengan
amalan sunnah.[6]
Faedah ketiga:
Melakukan puasa syawal
merupakan tanda
diterimanya amalan
puasa Ramadhan.
Jika Allah subhanahu wa
ta ’ala menerima amalan
seorang hamba, maka Dia
akan menunjuki pada
amalan sholih
selanjutnya. Jika Allah
menerima amalan puasa
Ramadhan, maka Dia
akan tunjuki untuk
melakukan amalan sholih
lainnya, di antaranya
puasa enam hari di bulan
Syawal.[7] Hal ini diambil
dari perkataan sebagian
salaf,
“ Di antara balasan
kebaikan adalah
kebaikan selanjutnya dan
di antara balasan
kejelekan adalah
kejelekan
selanjutnya. ”[8]
Ibnu Rajab menjelaskan
hal di atas dengan
perkataan salaf lainnya,
“ Balasan dari amalan
kebaikan adalah amalan
kebaikan selanjutnya.
Barangsiapa
melaksanakan kebaikan
lalu dia melanjutkan
dengan kebaikan lainnya,
maka itu adalah tanda
diterimanya amalan yang
pertama. Begitu pula
barangsiapa yang
melaksanakan kebaikan
lalu malah dilanjutkan
dengan amalan
kejelekan, maka ini
adalah tanda tertolaknya
atau tidak diterimanya
amalan kebaikan yang
telah dilakukan. ”[9]
10 September jam 20:37 · Suka ·
Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam Renungkanlah!
Bagaimana lagi jika
seseorang hanya rajin
shalat di bulan Ramadhan
(rajin shalat musiman),
namun setelah Ramadhan
shalat lima waktu begitu
dilalaikan? Pantaskah
amalan orang tersebut di
bulan Ramadhan
diterima?!
Al Lajnah Ad Da-imah Lil
Buhuts ‘Ilmiyyah wal
Ifta’ (komisi fatwa Saudi
Arabia) mengatakan,
“ Adapun orang yang
melakukan puasa
Ramadhan dan
mengerjakan shalat
hanya di bulan Ramadhan
saja, maka orang seperti
ini berarti telah
melecehkan agama Allah.
(Sebagian salaf
mengatakan), “Sejelek-
jelek kaum adalah yang
mengenal Allah (rajin
ibadah, pen) hanya pada
bulan Ramadhan saja. ”
Oleh karena itu, tidak sah
puasa seseorang yang
tidak melaksanakan
shalat di luar bulan
Ramadhan. Bahkan orang
seperti ini (yang
meninggalkan shalat)
dinilai kafir dan telah
melakukan kufur akbar,
walaupun orang ini tidak
menentang kewajiban
shalat. Orang seperti ini
tetap dianggap kafir
menurut pendapat ulama
yang paling kuat. ”[10]
Hanya Allah yang
memberi taufik.
Faedah keempat:
Melaksanakan puasa
syawal adalah sebagai
bentuk syukur pada Allah.
Nikmat apakah yang
disyukuri? Yaitu nikmat
ampunan dosa yang
begitu banyak di bulan
Ramadhan. Bukankah
kita telah ketahui bahwa
melalui amalan puasa dan
shalat malam selama
sebulan penuh adalah
sebab datangnya
ampunan Allah, begitu
pula dengan amalan
menghidupkan malam
lailatul qadr di akhir-
akhir bulan Ramadhan?!
Ibnu Rajab mengatakan,
“ Tidak ada nikmat yang
lebih besar dari
pengampunan dosa yang
Allah anugerahkan. ”[11]
Sampai-sampai Nabi
shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun yang telah
diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu dan akan
datang banyak
melakukan shalat malam.
Ini semua beliau lakukan
dalam rangka bersyukur
atas nikmat
pengampunan dosa yang
Allah berikan. Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam ditanya oleh
istri tercinta beliau yaitu
‘ Aisyah radhiyallahu
‘anha mengenai shalat
malam yang banyak
beliau lakukan, beliau
pun mengatakan, ا
“Tidakkah aku senang
menjadi hamba yang
bersyukur? ”[12]
Begitu pula di antara
bentuk syukur karena
banyaknya ampunan di
bulan Ramadhan, di
penghujung Ramadhan (di
hari Idul fithri), kita
dianjurkan untuk banyak
berdzikir dengan
mengangungkan Allah
melalu bacaan takbir
“ Allahu Akbar”. Ini juga di
antara bentuk syukur
sebagaimana Allah Ta’ala
berfirman,
“ Dan hendaklah kamu
mencukupkan
bilangannya dan
hendaklah kamu
bertakwa pada Allah atas
petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu,
supaya kamu
bersyukur. ” (QS. Al
Baqarah: 185)
Begitu pula para salaf
seringkali melakukan
puasa di siang hari
setelah di waktu malam
mereka diberi taufik oleh
Allah untuk
melaksanakan shalat
tahajud.
Ingatlah bahwa rasa
syukur haruslah
diwujudkan setiap saat
dan bukan hanya sekali
saja ketika mendapatkan
nikmat. Namun setelah
mendapatkan satu
nikmat, kita butuh pada
bentuk syukur yang
selanjutnya. Ada ba’it
sya’ir yang cukup bagus:
“Jika syukurku pada
nikmat Allah adalah
suatu nikmat, maka
untuk nikmat tersebut
diharuskan untuk
bersyukur dengan nikmat
yang semisalnya ”.
Ibnu Rajab Al Hambali
menjelaskan, “Setiap
nikmat Allah berupa
nikmat agama maupun
nikmat dunia pada
seorang hamba, semua
itu patutlah disyukuri.
Kemudian taufik untuk
bersyukur tersebut juga
adalah suatu nikmat yang
juga patut disyukuri
dengan bentuk syukur
yang kedua. Kemudian
taufik dari bentuk syukur
yang kedua adalah suatu
nikmat yang juga patut
disyukuri dengan syukur
lainnya. Jadi, rasa syukur
akan ada terus sehingga
seorang hamba merasa
tidak mampu untuk
mensyukuri setiap
nikmat. Ingatlah, syukur
yang sebenarnya adalah
apabila seseorang
mengetahui bahwa
dirinya tidak mampu
untuk bersyukur (secara
sempurna). ”[13]
Faedah kelima:
Melaksanakan puasa
syawal menandakan
bahwa ibadahnya kontinu
dan bukan musiman saja.
[14]
Amalan yang seseorang
lakukan di bulan
Ramadhan tidaklah
berhenti setelah
Ramadhan itu berakhir.
Amalan tersebut
seharusnya berlangsung
terus selama seorang
hamba masih menarik
nafas kehidupan.
Sebagian manusia begitu
bergembira dengan
berakhirnya bulan
Ramadhan karena
mereka merasa berat
ketika berpuasa dan
merasa bosan ketika
menjalaninya. Siapa yang
memiliki perasaan
semacam ini, maka dia
terlihat tidak akan
bersegera melaksanakan
puasa lagi setelah
Ramadhan karena
kepenatan yang ia alami.
Jadi, apabila seseorang
segera melaksanakan
puasa setelah hari ‘ied,
maka itu merupakan
tanda bahwa ia begitu
semangat untuk
melaksanakan puasa,
tidak merasa berat dan
tidak ada rasa benci.
Ada sebagian orang yang
hanya rajin ibadah dan
shalat malam di bulan
Ramadhan saja, lantas
dikatakan kepada
mereka,
“Sejelek-jelek orang
adalah yang hanya rajin
ibadah di bulan
Ramadhan saja.
Sesungguhnya orang yang
sholih adalah orang yang
rajin ibadah dan rajin
shalat malam sepanjang
tahun. ” Ibadah bukan
hanya di bulan
Ramadhan, Rajab atau
Sya ’ban saja.
Asy Syibliy pernah
ditanya, “Bulan manakah
yang lebih utama, Rajab
ataukah Sya ’ban?” Beliau
pun menjawab, “Jadilah
Rabbaniyyin dan
janganlah menjadi
Sya ’baniyyin.” Maksudnya
adalah jadilah hamba
Rabbaniy yang rajin
ibadah di setiap bulan
sepanjang tahun dan
bukan hanya di bulan
Sya ’ban saja. Kami kami
juga dapat mengatakan,
“ Jadilah Rabbaniyyin dan
janganlah menjadi
Romadhoniyyin. ”
Maksudnya, beribadahlah
secara kontinu (ajeg)
sepanjang tahun dan
jangan hanya di bulan
Ramadhan saja. Semoga
Allah memberi taufik.
‘Alqomah pernah
bertanya pada Ummul
Mukminin ‘Aisyah
mengenai amalan
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam,
“Apakah beliau
mengkhususkan hari-hari
tertentu untuk beramal ?”
‘Aisyah menjawab,
“Beliau tidak
mengkhususkan waktu
tertentu untuk beramal.
Amalan beliau adalah
amalan yang kontinu
(ajeg). ”[15]
Amalan seorang mukmin
barulah berakhir ketika
ajal menjemput. Al Hasan
Al Bashri mengatakan,
“ Sesungguhnya Allah
Ta’ala tidaklah
menjadikan ajal (waktu
akhir) untuk amalan
seorang mukmin selain
kematian. ” Lalu Al Hasan
membaca firman
Allah, “Dan sembahlah
Rabbmu sampai datang
kepadamu al yaqin (yakni
ajal). ” (QS. Al Hijr: 99).[16]
Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan
mayoritas ulama
mengatakan bahwa “al
yaqin” adalah kematian.
Dinamakan demikian
karena kematian itu
sesuatu yang diyakini
pasti terjadi. Az Zujaaj
mengatakan bahwa
makna ayat ini adalah
sembahlah Allah
selamanya. Ahli tafsir
lainnya mengatakan,
makna ayat tersebut
adalah perintah untuk
beribadah kepada Allah
selamanya, sepanjang
hidup.[17]
Sebagai penutup,
perhatikanlah perkataan
Ibnu Rajab berikut,
“ Barangsiapa melakukan
dan menyelesaikan suatu
ketaaatan, maka di
antara tanda diterimanya
amalan tersebut adalah
dimudahkan untuk
melakukan amalan
ketaatan lainnya. Dan di
antara tanda tertolaknya
suatu amalan adalah
melakukan kemaksiatan
setelah melakukan
amalan ketaatan. Jika
seseorang melakukan
ketaatan setelah
sebelumnya melakukan
kejelekan, maka
kebaikan ini akan
menghapuskan kejelekan
tersebut. Yang sangat
bagus adalah
mengikutkan ketaatan
setelah melakukan
ketaatan sebelumnya.
Sedangkan yang paling
jelek adalah melakukan
kejelekan setelah
sebelumnya melakukan
amalan ketaatan.
Ingatlah bahwa satu dosa
yang dilakukan setelah
bertaubat lebih jelek dari
70 dosa yang dilakukan
sebelum bertaubat. …
Mintalah pada Allah agar
diteguhkan dalam
ketaatan hingga
kematian menjemput.
Dan mintalah
perlindungan pada Allah
dari hati yang
terombang-aming.”[18]
Semoga Allah senantiasa
memberi taufik kepada
kita untuk istiqomah
dalam ketaatan hingga
maut menjemput. Hanya
Allah yang memberi
taufik. Semoga Allah
menerima amalan kita
semua di bulan
Ramadhan dan
memudahkan kita untuk
menyempurnakannya
dengan melakukan puasa
Syawal.wallohu'alam
Segala puji bagi Allah
yang dengan nikmat-Nya
segala kebaikan menjadi
sempurna.

Rabu, 22 Desember 2010

JIKA AL-QUR'AN BENAR, KENAPA DI TURUNKAN KITAB LAINNYA.??

1. Abû Hurayrah ra.
meriwayatkan bahwa
Nabi saw. paling sering
berpuasa senin kamis.
Ketika hal itu ditanyakan
kepada beliau, beliau
menjawab, “Seluruh amal
dibentangkan pada hari
senin dan kamis. Ketika
itulah Allah mengampuni
setiap muslim atau setiap
mukmin kecuali yang
melakukan dosa secara
terang-terangan. Allah
berkata, ‘Tundalah
untuknya.’ (H.R. Ahmad
dengan sanad sahih).
2. Nabi saw. pernah
ditanya tentang puasa
pada hari senin. Beliau
menjawab, “Ia adalah
hari saat aku dilahirkan
dan mendapat
wahyu. ” (Shahih Muslim)
hadis yang sahih.
“ Segala amal perbuatan
manusia pada hari Senin
dan Kamis akan diperiksa
oleh malaikat, karena itu
aku senang ketika amal
perbuatanku diperiksa
aku dalam kondisi
berpuasa.” (HR. Tirmidzi)
Beberapa manfaat puasa
Senin-Kamis bagi
kesehatan jasmani antara
lain adalah:
* Memberikan
kesempatan istirahat
kepada alat pencernaan.
Karena pada hari saat
kita tidak berpuasa alat
penceranaan di dalam
tubuh bekerja sangat
keras, dan pada saat
puasalah alat pencernaan
tersebut beristirahat
* Membersihkan tubuh
dari racun dan kotoran
(detoksifikasi).
Dengan puasa Senin-
Kamis, berarti membatasi
kalori yang masuk dalam
tubuh kita sehingga
menghasilkan enzim
antioksi dan yang dapat
membersihkan zat-zat
yang bersifat racun dan
karsinogen dan
mengeluarkannya dari
dalam tubuh.
* Mencegah penyakit
yang timbul karena pola
makan yang berlebihan
gizi, yang belum tentu
baik untuk kesehatan
seseorang.
Kelebihan gizi atau
overnutrisi
mengakibatkan
kegemukan yang dapat
menimbulkan penyakit
degeneratif seperti
kolesterol dan trigliserida
tinggi, jantung koroner,
kencing manis (diabetes
mellitus), dan lain-lain.
taka ada aturan berhenti
dulu seperti ucapan
kakek anda. karna ini
puasa sunah..anda mau
berhenti dulu boleh ..mau
puasa tiap enin kamis
juga boleh.tanpa henti.
wallohu'alam

Senin, 20 Desember 2010

BAGAIMANA HUKUM PENGGUNAAN KALENDER MASEHI.??

PERAYAAN TAHUN BARU
UMAT Islam
Tidak seperti bangsa dan
umat terdahulu, Islam
tidak merayakan tahun
baru. Rasulullah
Muhammad saw bahkan
melarang meniru
(tasyabbuh) budaya
bangsa dan umat sebelum
datangnya Islam seperti
Umat Yahudi, Bangsa
Romawi, Bangsa Persia,
dan Umat Nasrani yang
merayakan Tahun Baru
mereka. Rasulullah saw
bersabda:
Man tasyabbaHa bi
qaumin faHuwa minHum.
Artinya: Siapa saja yang
menyerupai suatu kaum/
bangsa maka dia
termasuk salah seorang
dari mereka. (HR. Abu
Dawud, Ahmad, dan
Tirmidzi)
Dan khusus tentang hari
raya, Rasulullah saw
membatasi hari raya
umat Islam hanya pada
Idul Adhha dan Idul Fithri,
lain itu tidak. Rasulullah
saw bersabda:
Kullu ummatin iidan. Wa
haadzihi iidunaa: iidul
adhhaa dan iidul fithri
Artinya: Setiap ummat
punya hari raya. Dan
inilah hari raya kita: Idul
Adhha dan Idul Fithri.
Ketika Rasulullah saw
masih hidup (570 – 632 M),
Umat Islam menggunakan
sistem penanggalan Arab
pra-Islam. Sistem
kalender ini berbasis
campuran antara bulan
(qomariyah) dan
matahari (syamsiyah).
Setelah Khilafah Islam
berhasil menaklukkan
Kekaisaran Persia untuk
selamanya dan
membebaskan Wilayah
Syam dari Kekaisaran
Romawi Timur, pada
tahun 17 H atau ekivalen
dengan 638 M, di masa
pemerintahan Amirul
Mu`minin ‘Umar bin
Khaththab diresmikanlah
penggunaan Kalender
Hijriyah. Dinamakan
Kalender Hijriyah karena
‘ Umar menetapkan awal
patokan penanggalan
Islam ini adalah tahun
hijrahnya Nabi
Muhammad dari Mekkah
ke Madinah pada tahun
622 M. Hijrahnya
Rasulullah saw tersebut
adalah pertolongan Allah
yang membuat
perubahan besar pada
perkembangan Islam.
Sejak hijrah ke Madinah
mulailah terbentuk
Negara Islam dan Umat
Islam.
Kalender Hijriyah
dihitung dengan
pergerakan bulan.
Penentuan awal bulan
(new moon) ditandai
dengan munculnya
penampakan Bulan Sabit
pertama kali (hilal)
setelah bulan baru
(konjungsi atau ijtima’).
Setahun terdiri dari 12
bulan: Muharram, Safar,
Rabiul awal, Rabiul akhir,
Jumadil awal, Jumadil
akhir, Rajab, Sya ’ban,
Ramadhan, Syawal,
Dzulkaidah, dan
Dzulhijjah. Satu minggu
terdiri dari 7 hari: al-
Ahad, al-Itsnayn, ats-
Tsalaatsa ’ , al-Arba’aa /
ar-Raabi’, al-Kamsatun,
al-Jumu’ah (Jumat), dan
as-Sabat. Ketika
melakukan perjalanan ke
Syam, Amirul Mu ’minin
Umar bin Khaththab
sempat membandingkan
kalendar Hijriyah dengan
kalendar-kalendar Persia
dan Romawi. Umar
berkesimpulan bahwa
kalendar Hijriyah lebih
baik.
Walaupun Kalender
Hijriyah telah dipakai
resmi di masa
pemerintahan Amirul
Mu`minin Umar bin
Khaththab, namun para
sahabat di masa itu tidak
berpikir untuk
merayakan 1 Muharram
(awal tahun Hijriyah)
sebagai Perayaan Tahun
Baru Islam. Mereka
berkonsentrasi penuh
untuk mengokohkan
penegakkan syariat Islam
dan mengemban risalah
Islam ke seluruh dunia.
Mereka tidak pernah
berpikir untuk
mengadakan perayaan
yang tidak disyariatkan
oleh Islam dan tidak
dilakukan oleh Rasululah
saw. Yang demikian itu
terus berlanjut pada
masa kekhilafahan Bani
Umayyah dan sebagian
besar masa Kekhilafahan
Bani Abbasiyah. Bahkan
hingga masa negara
Buwaihiyah, negara syi ’ah
yang memisahkan diri
dari daulah Islamiyah
Abbasiyah, negara syi ’ah
ini pun tidak pernah
berpikir untuk
menambah-nambah
perayaan yang tidak
diteladankan Rasulullah
saw.
Karena memuliakan Islam
bukan dengan cara
membuat perayaan tahun
baru hijriyah, tetapi
dengan mengikuti sunnah
nabi, berpegang teguh
pada ajaran-ajarannya,
dan menjadikannya dasar
hukum dan petunjuk
untuk menjalani
kehidupan.
Sayangnya, pada abad
ke-4 H kaum Syiah
kelompok al- ‘Ubadiyyun
dari sekte Ismailiyah yang
lebih dikenal dengan
kaum Fathimiyun
membuat hari raya tahun
baru hijriyah. Kelompok
ini mendirikan negara di
Mesir yang terpisah dari
Khilafah Abbasiyah yang
berpusat di Baghdad.
Mereka ingin meniru apa
yang ada pada umat
Nasrani yang merayakan
tahun baru mereka.
Maka benarlah sabda
Rasulullah saw
‘ An Abiy Sa’iid al-
Khudriyyi, ‘anin nabiy saw
qaala:
Latatba’unna sunana man
kaana qablakum syibran
bi syibrin wa dzira ’an
bidzira’in hattaa lau
dakhaluu juhra dhabbin
tabi ’tumuuHum
Qulnaa: Yaa rasuulallaahi
al-Yahuudu wan
Nashaaraa
Qaala: faman.
Artinya:
Dari Abu Sa ’id al-Khudri
ra, dari Nabi saw beliau
bersabda, “Sesungguhnya
kamu akan mengikuti
perjalanan orang-orang
yang sebelum kamu,
sejengkal demi sejengkal
dan sehasta demi
sehasta; bahkan kalau
mereka masuk lobang
biawak, niscaya kamu
mengikuti mereka. ”
Kami berkata, “Ya
Rasulullah! Orang Yahudi
dan Nasrani ?”
Jawab Nabi, ”Siapa
lagi?” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang lain:
’ An abiy Hurairata
radhiyallaaHu ’anHu ’anin
nabiy saw qaala:
Laa taquumus saa’atu
hattaa ta`khudza
ummatii bi`akhdzil
quruuni qablaHaa syibran
bisyibrin wa dziraa ’an
bidziraa’in
Faqiila: Yaa rasuulallaaHi
kafaarisa warruum
Faqaala: wa maninaasu
illaa ulaaaa`ika
Dari Abu Hurairah r.a.
dari Nabi saw beliau
bersabda:
” Belum akan terjadi
kiamat sebelum umatku
mengikuti jejak umat
beberapa abad
sebelumnya, sejengkal
demi sejengkal dan
sehasta demi sehasta. ”
Ada orang bertanya, ”Ya
Rasulullah! Mengikuti
orang Persia dan
Romawi ?”
Jawab beliau: ”Siapa lagi
orangnya selain ini?” (HR.
Bukhari)
Sejak saat itu Tahun baru
Hijriyah dalam kalender
Hijriyah dirayakan setiap
tanggal 1 Muharam.
Termasuk umat Islam di
Indonesia yang
mengklaim dirinya
sebagai Sunni, juga ikut-
ikutan merayakan Tahun
Baru Hijriyah yang
direkayasa oleh kaum
Syiah Ismailiyah yang
telah murtad itu. Adapun
pemerintah yang
berkuasa di Indonesia
lebih parah lagi, ikut
merayakan Tahun Baru
Masehi tanggal 1 Januari
karena mengadopsi
kalender Gregorian. Dan
ternyata tidak hanya
perayaan tahun baru
yang ditiru dari bangsa
dan umat selain Islam,
tetapi juga dalam
keyakinan, perilaku,
budaya, sistem hukum
dan pemerintahannya
pun meniru bangsa dan
umat selain Islam.
PERAYAAN TAHUN BARU
KAUM SEKULER
Mengikuti budaya
Romawi dan Kristen, di
Era Sekuler Negara-
negara Barat merayakan
Tahun Baru tanggal 1
Januari. Tahun 1752
Inggris dan koloni-
koloninya di Amerika
Serikat ikut
menggunakan sistem
penanggalan kalender
Gregorian.
Di Inggris, Untuk
merayakan Tahun Baru
para suami memberi uang
kepada para istri mereka
untuk membeli bros
sederhana (pin). Banyak
orang-orang koloni di
New England, Amerika,
yang merayakan tahun
baru dengan
menembakkan senapan
ke udara dan teriak,
sementara yang lain
mengikuti perayaan di
gereja atau pesta
terbuka.
Di Amerika serikat,
Tahun Baru dijadikan
sebagai hari libur umum
nasional untuk semua
warga Amerika. Perayaan
dilakukan malam sebelum
tahun baru, pada tanggal
31 Desember. Orang-
orang pergi ke pesta atau
menonton program
televisi dari Times Square
di jantung kota New
York, dimana banyak
orang berkumpul. Pada
saat lonceng tengah
malam berbunyi, sirene
dibunyikan, kembang api
diledakkan, orang-orang
meneriakkan “Selamat
Tahun Baru” dan
menyanyikan Auld Lang
Syne. Esok harinya,
tanggal 1 Januari, orang-
orang Amerika
mengunjungi sanak-
saudara dan teman-
teman atau nonton
televisi yang berisi
Parade Bunga

Minggu, 12 Desember 2010

APAKAH MENANGIS DAPAT MEMBATALKAN PUASA.??

TANYA:
Assalam'mualaikum
warahmatullahi wabarakatuh...... mau nanya
Ustadz...... ini kan bulan suci Ramadhan/bulan
puasa, apa tidak apapa ketika melaksanakan sholat
shubuh ( waktu berdoa) berlinang air mata dan
apakah ini membatalkan puasa ? , mohon
dijelaskan. Wassalam'mualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.

jAWAB:
waalaikum
salam,wr,wb. Menangis apapun penyebabnya
tidak membatalkan puasa. Tapi apakah bisa
mengurangi pahala puasa, kita lihat dulu
menangisnya karena apa? Jika menangisnya
karena merenungi dosa dan kesalahan, atau saat
berdoa, saat membaca Al-Qur'an atau saat
melakukan ibadah yang lain, itu tidak apa-apa.
Bahkan dianjurkan. Menangis karena musibah
juga tidak apa-apa asalkan tetap terkontrol tidak
sampai meraung- raung, karena ada larangan
dari Rasulullah SAW menangis sampai meraung-
raung apalagi sampai menyobek-nyobek pakaian.
Tapi jika menangisnya karena marah yang tidak
kesampaian atau karena menonton acara TV
seperti sinetron, itu yang bisa mengurangi pahala
puasa. Sebab, jika kita ingin meraih
kesempurnaan ibadah puasa maka kita dianjurkan
untuk bisa mengontrol emosi/amarah dan tidak
menghabiskan waktu dalam kesia-siaan. Wa
Allahu a'lam Wassalamualaikum Wr. Wb.

Selasa, 07 Desember 2010

PUASA AROFAH, BOLEHKAH DI GABUNG DENGAN PUASA NADZAR.??

”Puasa hari
Arafah itu menghapuskan
dosa dua tahun: satu
tahun yang telah lalu,
dan satu tahun yang akan
datang. ” (HR. Muslim)
Pada dasarnya nazar itu
wajib dilaksanakan
apabila telah diucapkan.
Dan bila telah diucapkan
maka tidak boleh dicabut
lagi. Karena nazar itu
merupakan janji kepada
Allah. Kecuali bila
nazarnya itu mengandung
kemaksiatan atau
kemudharatan. Maka
tidak boleh dilakukan.
Dan nazar itu harus
dilakukan sesuai dengan
janji yang diucapkan
dalam bentuk teknisnya.
Bila nazarnya adalah
puasa 10 berturut-turut,
maka harus berturut-
turut. Bila pada hari
kesepuluh menjelang
maghrib batal puasanya,
maka harus mengulang
lagi dari hari pertama.
Sebab bunyi nazarnya
memang 10 hari berturut-
turut. Dan hendaklah
mereka melaksanakan
nazarnya?. (QS. Al-Hajj :
29 ) Mereka menunaikan
nazarnya dan takut atas
hari yang azabnya merata
dimana-mana? (QS. Al-
Insan : 7) Para ulama
telah membagi nazar itu
menjadi nazar yang
disebutkan secara detail
dan nazar yang bersifat
umum/mutlak. Yang
disebutkan secara deail
misalnya bila saya lulus
ujian saya akan berpuasa
sebulan penuh. Yang
disebutkan secara umum
misalnya bila saya lulus
ujian, maka saya akan
puasa, tanpa
menyebutkan berapa
lama atau hal yang
lainnya. Bila telah
disebutkan secara detail,
maka hal itu menjadi
kewajiban untuk
melaksanakannya.
Karena itu silahkan anda
ingat-ingat, apakah anda
telah bernazar untuk
melakukan ibadah secara
detail dan rinci atau
hanya secara umum ? Bila
hanya secara umum,
maka tentu
pelaksanaannya lebih
luas dan lebih bebas.
Hukum Nazar Hukum
nazar sendiri merupakan
perselisihan para ulama.
Sebagian
membolehkannya dan
sebagian lainnya
melarangnya. Dasarnya
adalah karena nazar itu
menunjukkan bahwa
seseorang itu pelit / kikir
kepada Alah. Mau
melakukan kebajikan
hanya kalau Allah
meluluskan hajatnya.
Seolah-olah niatnya tidak
ikhlas karena Allah, tapi
karena ingin diluluskan
hajatnya. Sehingga,
menurut para ulama yang
mendukung pendapat ini,
sebaiknya seseorang
tidak bernazar.
Rasulullah SAW telah
melarang untuk bernazar
dan bersabda : ?Nazar itu
tidak menolak sesuatu.
Sebenarnya apa yang
dikeluarkan dengan nazar
itu adalah dari orang
bakhil/kikir?. Selain itu,
nazar hanya dibenarkan
manakala bentuknya
adalah amal yang bersifat
taqarrub ilallah. Yaitu
yang bernilai ibadah
seperti shalat, puasa,
shadaqah dan lainnya.
Sedangkan bila tidak
bernilai ibadah seperti
bila lulus ujian,seseorang
akan menggunduli kepala
sampai licin tuntas, maka
hal itu tidak bisa disebut
nazar. Lepas dari
perbedaan ulama tentang
boleh tidaknya bernazar,
bila nazar sudah
dijatuhkan, maka
hukumnya wajib untuk
ditunaikan. Karena pada
dasarnya nazar adalah
janji kepada Allah. Dalam
hal ini kita bisa lihat
contoh kasusnya dalam
bab puasa wajib, dimana
kita menemukan bahwa
selain puasa ramadhan
dan qadha`nya juga ada
puasa nazar. Yaitu ketika
seseroang bernazar untuk
berpuasa bila
keinginannya dikabulkan.
Hukumnya adalah wajib
untuk dikerjakan. jadi
laksanakan puasa
nazaranda dulu. baru
anda berpua sunnah.
wallohu'lam

Sabtu, 04 Desember 2010

APAKAH ADA DALIL PUASA MUTIH.??

“ Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman: Setiap
amal anak Adam adalah
untuknya kecuali puasa,
sesungguhnya ia untuk-
Ku dan Aku sendiri yang
akan membalasnya,
puasa adalah perisai,
maka apabila salah
seorang dari kalian
berpuasa maka janganlah
ia berkata-kata keji, dan
janganlah berteriak-
teriak, dan janganlah
berperilaku dengan
perilakunya orang-orang
jahil, apabila seseorang
mencelanya atau
menzaliminya maka
hendaknya ia
mengatakan:
Sesungguhnya saya
sedang berpuasa (dua
kali), demi Yang diri
Muhammad ada di
tangan-Nya, sungguh bau
mulut orang yang
berpuasa lebih wangi di
sisi Allah pada hari
kiamat dari wangi
kesturi, dan bagi orang
yang berpuasa ada dua
kebahagiaan yang ia
berbahagia dengan
keduanya, yakni ketika ia
berbuka ia berbahagia
dengan buka puasanya
dan ketika berjumpa
dengan Rabbnya ia
berbahagia dengan
puasanya. ” (HR Bukhari,
Muslim dan yang lainnya)
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam juga
bersabda,
لا يَصُوْمُ عَبْدٌ
يَوْمًا
فِي سَبِيْلِ الله. إلا
بَاعَدَ اللهُ، َ
بِذَلِك
اليَوْمِ، ُ
وَجْهَه ِنَع
ِراَنلا َنْيِعْبَس
ًافْيِرَخ .
“Tidaklah seorang hamba
berpuasa satu hari di
jalan Allah kecuali Allah
akan menjauhkan
wajahnya dari api neraka
(dengan puasa itu) sejauh
70 tahun jarak
perjalanan.” (HR. Bukhari
Muslim dan yang lainnya)
Berpuasa tidak dalam
rangka beribadah kepada
Allah
Semisal seseorang yang
berpuasa karena hendak
mendapatkan bantuan
dari jin/syaitan berupa
sihir atau yang lainnya,
atau bernazar puasa
kepada selain Allah,
maka perbuatan ini
termasuk kesyirikan yang
besar karena
memalingkan ibadah
kepada selain Allah
subhanahu wa ta ’ala.
Adapun seseorang yang
berpuasa semata-mata
karena alasan kesehatan,
walaupun hal ini boleh-
boleh saja akan tetapi ia
keluar dari pengertian
puasa yang syar’i
sehingga tidaklah ia
termasuk orang yang
mendapatkan keutamaan
puasa sebagaimana yang
dijanjikan Allah
subhanahu wa ta ’ala.
Menyelisihi tata cara
Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam, diantaranya:
* Mengkhususkan tata
cara tertentu yang tidak
dituntunkan oleh Nabi
shallalahu ‘alaihi wa
sallam, semisal puasa
mutih (menyengaja
menghindari makan
daging atau yang
lainnya), puasa sehari
semalam tanpa tidur atau
tanpa berbicara dengan
menganggap hal ini
memiliki keutamaan dan
yang lainnya.
* Mengkhususkan waktu
tertentu yang tidak
dikhususkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa
sallam semisal
mengkhususkan puasa
pada hari atau bulan
tertentu tanpa dalil dari
al-Qur ’an dan sunnah,
ataupun mengkhususkan
jumlah hari yang tidak
dikhususkan dalam
syariat.
Maka seyogyanya kaum
muslimin menahan diri
dari beribadah tanda
dasar ilmu atau tuntunan
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam. Sebuah
hadits dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha dia
berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam
bersabda:“Barangsiapa
yang melakukan suatu
amalan yang tidak ada
tuntunannya dari kami
maka tertolak. ” (HR.
Muslim)
Maka berikut ini adalah
beberapa jenis puasa
yang dianjurkan di dalam
Islam di luar puasa yang
wajib (Puasa Ramadhan)
berdasarkan dalil-dalil
yang syar ’i, semoga kita
diberi kemudahan untuk
mengamalkannya
berdasarkan ilmu dan
terhindar dari perkara-
perkara yang menyelisihi
syariat Allah subhanahu
wa ta’ala sehingga kita
dapat memperoleh
berbagai keutamaan dari
apa-apa yang dijanjikan
Allah subhanahu wa
ta ’ala.
Puasa-puasa Sunnah
yang
Dituntunkan Dalam Islam
1. Puasa 6 hari pada bulan
Syawwal
Dari Abu Ayyub Al-
Anshory bahwasanya
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam
bersabda,
ْنَم َماَص َناَضَمَر. َّمُث
ُهَعَبْتَأ
سِتًّا مِنْ
شَوَّال. َناَك ِماَيِصَك
ِرْهَّدلا
“ Barang siapa berpuasa
Ramadhan, kemudian
melanjutkan dengan
berpuasa enam hari pada
bulan Syawal, maka
seperti ia berpuasa
sepanjang tahun. ” (HR.
Muslim)
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam
bersabda,
ُماَيِص ِرْهَش َناَضَمَر
ِةرْشَعب ٍرُهْشَأ،
ُماَيِصَو ِةَّتِس ٍماَّيَأ
ُهَدْعَب بِشَهْرين،
َكِلَذَف ُماَيِص
ِةَنَّسلا
“ Puasa pada bulan
Ramadhan seperti
berpuasa sepuluh bulan ,
dan puasa enam hari
setelahnya seperti
berpuasa selama dua
bulan, maka yang
demikian itu (jika
dilakukan) seperti puasa
setahun. ” (Hadits shahih
Riwayat Ahmad)
* Puasa Syawal tidak
boleh dilakukan pada hari
yang dilarang berpuasa di
dalamnya, yakni pada
hari Idul Fitri.
* Puasa tersebut tidak
disyaratkan harus
berurutan, sebagaimana
kemutlakan hadits –
hadits di atas, akan
tetapi lebih utama
bersegera dalam
kebaikan.
* Jika ada kewajiban
mengqodo ’ puasa
Ramadhan maka
dianjurkan mendahulukan
qodo baru kemudian
berpuasa Syawal 6 hari
sebagaimana hadits dari
Abu Ayyub Al-Anshori di
atas.
2. Puasa pada hari Arafah
bagi yang tidak sedang
melaksanakan ibadah haji
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam
bersabda,
صِيَام يَوْمُِ عَرَفَةَ
أحْتَسِبُ
عَلَى اللهِ أَنْ
يُكَفِّرَ السَّنَةَ
الَّتِي قَبْلَهُ .
َوَالسَّنَة
الّتِي ُهَدْعَب
“ Puasa pada hari Arofah,
aku berharap kepada
Allah agar mengampuni
dosa-dosa setahun yang
telah lalu dan setahun
yang akan datang. ” (HR.
Muslim)
* Adapun bagi orang
yang
sedang melaksanakan
ibadah haji, maka yang
lebih utama adalah tidak
berpuasa pada hari
Arofah sebagaimana yang
diamalkan oleh
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam dan
para shahabatnya.
2 jam yang lalu · Suka
Tanya Jawab Masalah
Islam 3. Puasa pada hari
Asyura ’ (10 Muharrom)
dan sehari sebelumnya
Dari Abu Qotadah
bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ُماَيِصَو ِمْوَي
عَاشُورَاء
َ، ُأَحْتَسِب
عَلَى اللهِ
أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ
الَّتِي ُهَلْبَق
“ puasa pada hari
‘Asyuro’, aku berharap
kepada Allah agar
mengampuni dosa-dosa
setahun yang telah
lalu. ” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam
bersabda,
ْنِئَل ُتْيِقَب إِلَى
قَابِلٍ لأَصُوْمَن
َّ َعِساَتلا
“ Sungguh jika aku masih
hidup sampai tahun
depan aku akan berpuasa
pada hari yang
kesembilan. ” (HR.
Muslim)
* Adapun berpuasa pada
hari yang ke sebelas
maka dalilnya sangat
lemah, sehingga tidak
bisa dijadikan sandaran.
4. Memperbanyak puasa
pada bulan Sya ’ban
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, dia berkata:
فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ
اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَاِسْتَكْمَ
صِيَامَ شَهْرٍ إِلا
رَمَضَانَ،
وَمَا رَأَيْتُهُ
أَكْثَرَ
صِيَامًا مِنْهُ
فِي َناَبْعَش .
“Saya tidak pernah
melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam berpuasa sebulan
penuh kecuali pada bulan
Ramadhan, dan tidaklah
saya melihat beliau
memperbanyak puasa
dalam suatu bulan seperti
banyaknya beliau
berpuasa pada bulan
sya ’ban.” (HR. Bukhari)
* Adapun
mengkhususkan
puasa atau amalan
lainnya pada nisfu
sya ’ban (pertengahan
sya’ban), maka hal ini
tidak ada tuntunannya
dalam syariat, karena
dalil-dalil yang ada
sangat lemah dan bahkan
ada yang maudhu (palsu).
* Hendaknya tidak
berpuasa pada hari syak
(hari yang meragukan
apakah sudah masuk
ramadhan atau belum),
yakni sehari atau dua
hari pada akhir Sya ’ban,
kecuali bagi seseorang
yang kebetulan
bertepatan dengan puasa
yang biasa dilakukannya
dari puasa-pusa sunnah
yang disyariatkan semisal
puasa dawud atau puasa
senin kamis.
5. Memperbanyak Puasa
Pada Bulan Muharrom
Berdasarkan hadits dari
Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu
bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
ُلَضْفأ ِماَيِّصلا،
َدْعَب َناَضَمَر، ُ
شَهْر
اللهِ َّرَحُمْلاُم َو
ُلَضْفأ ِةالَّصلا َدْعَب
َضْيِرَفلاِة ُةالَص
ِلْيَللا
“ Puasa yang paling
utama
setelah puasa Ramadhan
adalah puasa pada bulan
Allah yakni bulan
Muharrom, dan shalat
yang paling utama
setelah shalat fardhu
adalah shalat
malam. ” (HR. Muslim)6.
Puasa Hari Senin dan
Kamis
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam
bersabda:
ُضَرْعُت
ُالأَعْمَال يَوْمَ
ِالاثْنَيْن
ْسِوَالْخَمِي
فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ
عَمَلِي
وَأَنَا ٌمِئاَص
“ Amal-amal ditampakkan
pada hari senin dan
kamis, maka aku suka
jika ditampakkan amalku
dan aku dalam keadaan
berpuasa. ” (Shahih,
riwayat An-Nasa’i)
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam pernah
ditanya tentang puasa
pada hari senin, beliau
bersabda:
َكاَذ ٌمْوَي ُتْدِلُو
ِهْيِف . ٌمْوَيَو ُتْثِعُب
)ْأَو َلِزْنَأ َّيَلَع
ِهْيِف )
“Ia adalah hari ketika
aku dilahirkan dan hari
ketika aku diutus (atau
diturunkan (wahyu)
kepadaku ). ” (HR.
Muslim)
7. Puasa 3 hari setiap
bulan
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu dia
berkata,
أوْصَانِى خَلِيْلِى
صَلَّى الله عَلَيْهُِ
وَسَلَّمَ بِثَلاثٍ:
صِيَامِ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ
مِنْ كُلِّ شَهْرٍ،
ىوَرَكْعَتَ الضُحَى ،
ْنَأَو َرتْوَأ َلْبَق ْنَأ
َماَنَأ
“ Kekasihku, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam Mewasiatkan
kepadaku tiga perkara:
puasa tiga hari setiap
bulan, dua rakaat shalat
dhuha, dan shalat witir
sebelum tidur. ” (HR.
Bukhari Muslim)
Lebih dianjurkan untuk
berpuasa pada hari baidh
yakni tanggal 13, 14 dan
15 bulan Islam
(Qomariyah).
Berdasarkan perkataan
salah seorang sahabat
radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata:
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى الله عَلَيْهُِ
وَسَلَّمَ أَنْ نَصُوْمَ مِنَ
الشَّهْر ثَلاثَةَِ أَيَّامِ
البَيْضِ: ثَلاثَ
عَشْرَةَ، َو أَرْبَعَ
عَشْرَةَ ، َ وَخَمْس
عَشْرَةَ
“ Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami
untuk berpuasa pada tiga
hari ‘baidh’: tanggal 13,
14 dan 15.” (Hadits Hasan,
dikeluarkan oleh An-
nasa ’i dan yang lainnya)
8. Berpuasa Sehari dan
Berbuka Sehari (Puasa
Dawud ‘alaihis salam)
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam
bersabda:
ُّبَحأ ِماَيِّصلا
إلى اللهِ
صِيَامُ دَاوُدَ، ُّ
وَأحَب
الصَّلاةِ إِلَى اللهِ
صَلاةُ دَاوُدَ: كَانَ يَنَامُ
نِصْفَ الليل، ُ
وَيَقُوم
ثُلُثَهُ وَيَنَامُ
سُدُسَهُ، َ
وَكَان يُفْطِرُ
يَوْمًا وَيَصُوْمُ
يَوْمًا
(متفق عليه )
“Puasa yang paling
disukai Allah adalah
puasa Nabi Dawud, dan
shalat yang paling disukai
Allah adalah Shalat Nabi
Dawud, adalah beliau
biasa tidur separuh
malam, dan bangun pada
sepertiganya, dan tidur
pada seperenamnya,
adalah beliau berbuka
sehari dan berpuasa
sehari. ” (Muttafaqun
‘alaihi)
Beberapa Hal yang
Terkait Dengan Puasa
Sunnah
* Boleh berniat puasa
sunnah setelah terbit
fajar jika belum makan,
dan minum serta tidak
melakukan hal-hal yang
membatalkan puasa,
berbeda dengan puasa
wajib maka niatnya harus
dilakukan sebelum fajar.
* Seseorang yang
berpuasa sunnah
diperbolehkan
membatalkan puasanya
jika ia menghendaki, dan
tidak ada qodho atasnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha dia berkata:
َلَخَد َّيَلَع ُلْوُسَر
ِهللا صَلَّى
الله عَلَيْهُِ
وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ
فَقَالَ:( هَلْ عِنْدَكُمْ
شَيْءٌ ؟ ) فَقُلْنَا:
لا.
قَالَ: ( فَإِنِى إِذًا
صَائِمٌ ) ، َّ ثُم
أَتَانَا
يَوْمًا آخَر.
فَقُلْنَا: يَا
رَسُوْلَ اللهِ أُهْدِيَ
لَنَا
حَيْسٌ . فَقَالَ:
( أَرينيْهِ، ْفَلَقَد
أَصْبَحْتُ صَائِمًا )
فَأَكَلَ. (رواه مسلم )
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam suatu
hari datang kepadaku
kemudian berkata:
“ Apakah engkau memiliki
sesuatu (dari
makanan )?”, kemudian
kami berkata: “tidak”,
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam
bersabda: “Kalau begitu
saya berpuasa”,
kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam datang pada hari
yang lain kemudian kami
katakan: “Wahai
Rasulullah sesungguhnya
kami dihadiahi haisun
(kurma yang dicampur
minyak dan susu yang
dihaluskan), maka
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda: “Bawalah
kemari, sesungguhnya
aku tadi berpuasa ”,
kemudian beliau
memakannya (HR.
Muslim)
* Seorang istri tidak
boleh berpuasa sunnah
sedangkan suaminya
bersamanya kecuali
dengan seijin suaminya
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam
bersabda:
لا تَصُوْمُ
الْمَرْأَة
ُ اوَبَعْلُهَ شَاهِدٌ
إِلا
بِإِذْنِهِ
“ Janganlah seorang
wanita berpuasa
sedangkan suaminya
menyaksikannya kecuali
dengan seizinnya. ” (HR.
Bukhari Muslim)

Senin, 29 November 2010

KAPANKAH WAKTU LAILATUL QODAR.??

“Sesungguhnya kami telah
menurunkannya (Al Quran) itu pada
malam kemuliaan. Dan tahukah
kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik dari
seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat- malaikat dan malaikat Jibril
dengan izin RABB-nya untuk
mengatur segala urusan. Malam itu
(penuh) kesejahteraan sampai terbit
fajar. “ (QS. Al-Qadr) (1) Bersabda
Nabi shallallahu `alaihi wasallam :
"Barangsiapa menghidupkan malam
Lailatul Qadar dengan iman dan
mengharap pahala dari ALLAH maka
diampuni dosanya yang
terdahulu." (HR Bukhari, I/61 , hadits
no. 34) (2) "Adalah Nabi shallallahu
`alaihi wasallam biasa mencari
Lailatul Qadar pd 10 malam yg
terakhir." ( HR Bukhari, VII/147 ,
hadits no. 1880) (3) "Adalah Nabi
shallallahu `alaihi wasallam mencari
Lailatul Qadar pd malam2 ganjil di 10
hari terakhir." ( HR Bukhari, VII/145 ,
hadits no. 1878) (4) "Aku melihat
Laylatul Qadar lalu aku dibuat lupa
waktunya, dan ditampakkan padaku
saat shubuhnya aku sujud di tanah
yg basah, lalu kata AbduLLAAH :
Maka turun hujan atas kami pd
malam 23 , maka Nabi shallallahu
`alaihi wasallam shalat shubuh
bersama kami, lalu beliau shallallahu
`alaihi wasallam pulang dan nampak
bekas air dan tanah di dahi dan
hidung beliau shallallahu `alaihi
wasallam, lalu dikatakan : Maka
AbduLLAAH bin Unais berkata
tanggal 23 itulah Lailatul Qadar." (HR
Muslim, VI/80 , hadits no. 1997) (5)
Berkata Ubay bin Ka'ab radhiallahu
`anhu : "Demi ALLAH yg Tiada Ilah
kecuali DIA sungguh malam tsb ada
di bulan Ramadhan, aku berani
bersumpah ttg itu dan demi ALLAH
aku tahu kapan malam itu, yaitu
malam yg kita diperintah Nabi
shallallahu `alaihi wasallam untuk
menghidupkannya yaitu malam 27
dan tanda2 nya adalah Matahari
bersinar di pagi harinya dengan
cahaya putih tapi tidak
menyilaukan." (HR Muslim, IV/150 ,
hadits no. 1272) (6) "Lailatul Qadar
itu pada malam 27 atau 29 ,
sungguh Malaikat yg turun pd saat
itu ke bumi lebih banyak dari jumlah
batu kerikil." ( HR Thayalisi dlm
Musnad-nya no. 2545 ; juga Ahmad
II/519 ; dan Ibnu Khuzaimah dlm
shahih-nya II/223) (7) "Pada malam
Lailatul Qadar itu tidak panas & tidak
dingin, tidak berawan dan tidak
hujan dan tidak berangin, tidak juga
terang dg bintang2 , tanda di pagi
harinya adalah Matahari terbit
bercahaya lembut." (HR As-Suyuthi
dlm Jami' Shaghir, di-shahih-kan
oleh Albani dlm Shahihul Jami',
XX/175 , no. 9603) Namun
terkadang pada lailatul- qadr juga
turun hujan, sebagaimana
disebutkan pada hadits no.4 dan
hadits berikut (8) Bersabda Nabi
shallallahu `alaihi wasallam : "… Aku
melihat Lailatul Qadar lalu aku dibuat
lupa kapan waktunya, maka
barangsiapa yg ingin mencarinya
maka carilah pd 10 hari terakhir pada
malam2 witirnya dan aku melihat
diriku pd malam tsb sujud di atas
tanah yg basah… Maka kami kembali
dan kami tidak melihat ada awan di
langit, maka tiba2 ada awan dan
turun hujan sampai airnya
menembus sela2 atap masjid yg
terbuat dari pelepah Kurma, maka
aku melihat Nabi shallallahu `alaihi
wasallam sujud di atas tanah yg
basah, sampai kulihat bekas tanah
yg basah itu di dahi beliau shallallahu
`alaihi wasallam." (HR Bukhari,
VII/174 , hadits no. 1895) (9) Dari
Aisyah radhiallahu `anha : Wahai
RasuluLLAAH, menurut
pendapatmu jika aku tahu bhw
malam terjadinya Lailatul Qadar,
maka doa apa yg paling baik
kuucapkan? Sabda Nabi shallallahu
`alaihi wasallam : "Ucapkanlah
olehmu, [Allahumma innaka
`afuwwun, tuhibbul-`afwa,
fa`fuanni] Ya ALLAH sesungguhnya
ENGKAU adalah Maha Pemaaf,
mencintai orang yg suka
memaafkan, maka maafkanlah
aku." (HR Ahmad, Ibnu Majah &
Tirmidzi, di-shahih-kan oleh Albani
dlm Al-Misykah, I/473 no. 2091) (10)
"Allah memiliki di bulan Ramadhan
suatu malam yang lebih baik
dibandingkan 1000 bulan. Barang
siapa yang dihalangi (dari
kebaikannya), maka ia akan dihalangi
(dari kebaikan )”. [HR. An- Nasa’iy
dalam Al-Mujtaba (2106), dan
Ahmad dalam Al-Musnad ( 7148).
Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani
dalam Shahih At- Targhib) (999) ]

Lailatul Qadr Ada di Bulan
Ramadhan Lailatul Qadr terjadi pada
bulan Ramadhan, karena Allah
Subhaanahu wa Ta'ala menurunkan
al-Qur'an pada malam itu.
Sedangkan Allah telah menjelaskan
bahwa turunnya al-Qur'an adalah
pada bulan Ramadhan. Alla...h
berfirman, artinya, "Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (al-Qur'
an) pada malam kemuliaan." (QS. al-
Qadr:1) Dalam firman-Nya yang lain
disebutkan, artinya,"(Beberapa hari
yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) al-
Qur'an." (QS. al-Baqarah :185)
Berdasarkan ayat ini maka jelas
sekali bahwa Lailatul Qadr itu terjadi
pada bulan Ramadhan, dan ia terus
ada pada ummat ini hingga hari
Kiamat berdasarkan hadits riwayat
imam Ahmad dan an-Nasa' i dari
Abu Dzar dia berkata, "Wahai
Rasulullah, beritahukanlah kepadaku
tentang Lailatul Qadr, apakah dia itu
di bulan Ramadhan atau lainnya?
Maka Nabi n menjawab, "Dia ada di
bulan Ramadhan." Abu Dzar
zberkata, " Dia ada bersama para
nabi selagi mereka masih hidup,
maka apabila para nabi meninggal
apakah Lailatul Qadr itu diangkat
atau tetap ada hingga hari Kiamat?
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
bersabda, "Dia tetap ada hingga hari
Kiamat." Akan tetapi besarnya
keutamaan dan pahala secara
khusus bagi ummat ini hanya Allah
Subhannahu wa Ta'ala yang
mengetahui nya, sebagaimana
ummat ini juga telah dikhusukan
dengan hari Jum'at dari hari-hari
lainnya dengan berbagai keutamaan
-walillahil hamd- Lailatul Qadr di
Sepuluh Akhir Ramadhan Lailatul
Qadr ada pada sepuluh akhir
Ramadhan, berdasarkan sabda Nabi
saw, "Carilah Lailatul Qadr di
sepuluh malam akhir pada bulan
Ramadhan." (Muttafaq 'alaih) Dan
kemungkinan terjadi pada malam-
malam yang ganjil lebih besar
daripada malam-malam yang
genap, berdasarkan sabda Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam, "Carilah
lailatul qadr itu pada malam yang
ganjil pada sepuluh akhir dari bulan
Ramadhan." (HR. al-Bukhari) Dan
lebih mendekati lagi adalah pada
tujuh malam terakhir berdasarkan
hadits dari Ibnu Umar bahwa
beberapa orang shahabat Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam bermimpi
melihat Lailatul Qadr terjadi pada
tujuh malam terakhir bulan
Ramadhan. Maka Nabi Shalallaahu
alaihi wasalam bersabda, "Aku
melihat bahwa mimpi kalian adalah
benar pada tujuh malam terkahir.
Maka barang siapa mencarinya
maka hendaknya dia mencari pada
tujuh malam terakhir." (Muttafaq
alaih). Dan dalam riwayat Muslim
Nabi bersabda, "Carilah ia pada
sepuluh malam terakhir, jika salah
seorang dari kalian merasa lelah atau
lemah maka jangan sampai
terlewatkan pada tujuh malam yang
tersisa." Dan di antara tujuh malam
terakhir yang paling mendekati
adalah pada malam ke dua puluh
tujuh. Ini berdasarkan hadits Ubay
bin Ka'ab dia berkata, " Demi Allah
sungguh aku mengetahui mana
malam yang pada malam itu kita
semua diperintahkan oleh Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam untuk
melakukan shalat malam, yaitu
malam dua puluh tujuh." (HR
Muslim). Lailatul Qadr tidak terjadi
pada malam tertentu secara khusus
dalam setiap tahunnya, namun
berubah-ubah atau berpindah-
pindah. Mungkin pada suatu tahun
terjadi pada malam dua puluh tujuh
dan pada tahun yang lain terjadi
pada malam dua puluh lima, dan
demikian seterusnya sesuai dengan
kehendak Allah Subhannahu wa
Ta'ala dan hikmah-Nya. Ini
ditunjukkan dalam sebuah sabda
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, "
Carilah ia pada sembilan terakhir,
atau tujuh terakhir, atau lima
terakhir." (HR. al-Bukhari).
Disebutkan di dalam kitab Fathul Bari
bahwa malam itu terjadi pada
malam yang ganjil pada sepuluh
hari terkahir Ramadhan, dan
bahwasanya dia berpindah pindah.
Hikmah Dirahasiakannya Lailatul
Qadr Allah Subhannahu wa Ta'ala
merahasiakan kapan terjadinya
lailatul qadr kepada hamba-hamba-
Nya tidak lain adalah sebagai rahmat
bagi mereka agar mereka banyak-
banyak mengerjakan amal kebaikan
dalam rangka mencari malam itu.
Yaitu dengan banyak melakukan
shalat, dzikir, do'a dan lain-lain
sehingga terus bertambah
kedekatan nya kepada Allah , dan
bertambah pula pahala mereka.
Allah juga merahasiakan itu sebagai
ujian agar diketahui siapakah yang
sungguh- sungguh di dalam
mencarinya dan siapa yang
bermalas-malasan dan
meremehkannya. Karena orang
yang berkeinginan mendapatkan
sesuatu maka dia pasti akan
bersungguh- sungguh untuk
memperolehya, tanpa
mempedulikan rasa letih dalam
rangka menempuh jalan untuk
mencapainya. Hanya saja di antara
tanda-tanda yang sempat terlihat
pada masa Nabi Shalallaahu alaihi
wasalam adalah bahwasanya beliau
bersujud di waktu Shubuh di atas
tanah yang basah oleh air, artinya
bahwa pada malam itu turun hujan
sehingga beliau sujud di atas tanah
yang berair. Lailatul Qadr adalah
malam dibukanya seluruh pintu
kebaikan, didekatkannya para
kekasih Allah, didengarkannya
permohonan dan dijawabnya doa.
Amal kebaikan pada malam itu
ditulis dengan pahala sebesar
besarnya, malam yang lebih baik
daripada seribu bulan. Maka
hendaknya kita berusaha untuk
menggapainya.

MANAKAH DALILNYA PUASA.??

Kewajiban puasa di bulan Ramadan
disebutkan dalam Al Qur ’an:
“Hai orang2 yang beriman,
diwajibkan bagimu berpuasa,
sebagaimana telah diwajibkan pada
orang2 sebelum kamu. Mudah2an
kamu bertakwa ” (Al Baqarah:183)
Dari ayat di atas jelas bahwa puasa
itu adalah wajib. Artinya jika
dikerjakan berpahala, dan jika tidak
dikerjakan kita berdosa. Hal ini sama
halnya dengan seorang pegawai
yang mempunyai tugas rutin yang
jadi kewajibannya, jika dia tak
melakukannya, maka dia bisa
dihukum / dipecat oleh Bosnya
1. Keutamaan Puasa:
* “Barang siapa mendirikan puasa
Ramadan dengan penuh keimanan
dan kebaikan, maka akan
diampunilah dosa-dosanya yang
telah lalu ” (HR Bukhari – Muslim)
* “Seorang hamba yang berpuasa
dalam sehari di jalan Allah, maka
akandijauhkan Allah orang tersebut
pada hari itu wajahnya dari neraka
sejauh 70 musim dingin ” (HR
Bukhari – Muslim)
2. Dua hari sebelum bulan Ramadan
dan hari Raya kita dilarang berpuasa:
* Dari Abu Hurairah ra, dia berkata:
“ Bersabda Rasulullah SAW:
“Janganlah kamu dahului puasa
Ramadan dengan puasa satu hari
atau duahari, kecuali bagi orang
yang biasa berpuasa (mis: puasa
Daud, penulis), maka puasa sehari
(sebelum Ramadan) itu
diperbolehkan ” (HR Bukhari dan
Muslim)
* Dari Abu Sa’id Al Khudri ra, ia
berkata “Bahwasanya Rasulullah
melarang berpuasa 2 hari, yaitu hari
Idul Fitri (1 Syawal) dan hari Idul
Adha. ” (HR Bukhari – Muslim)
3. Berpuasa setelah Ru’yat (melihat
bulan pertanda tanggal 1 Ramadan)
begitu pula berhari raya (melihat
bulan pertanda tanggal 1 Syawal).
* Dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “Aku
pernah mendengar Rasulullah
SAWbersabda: “Bila kamu telah
melihat tanggal 1 bulan Ramadan,
maka puasalah, dan bila kamu
melihat tanggal 1 Syawal, maka
berhari rayalah. Tetapi bila
mendung, maka perkirakanlah
(sesuai dengan hari perhitungan)
” (HR Bukhari dan Muslim)
* Pada riwayat Muslim disebutkan:
“ Maka jika mendung terhadapmu,
perkirakanlah sampai hari ketiga
puluh. ” Pada Imam Bukhari: “Maka
Sempurnakanlah sampai hitungan
30 hari. ”
4. Waktu Niat Puasa Ramadan:
* Dari Hafsah, Ummul Mukminin ra:
“ Bahwasanya Rasulullah SAW
telahbersabda: ‘Barang siapa yang
tidak menetapkan (niat) berpuasa
sebelum fajar, maka tidak ada puasa
baginya (tidak sah
puasanya). ’ (Hadits diriwayatkan
oleh Imam Lima).
5. Menyegerakan Berbuka Puasa:
* Dari Sahl bin Sa’ad ra, ia berkata:
“Bahwasanya Rasulullah SAW telah
bersabda: ‘Amat baik orang2 itu
senantiasa menyegerakan berbuka
(dalam puasanya )’” (HR Bukhari dan
Muslim)
6. Berbuka puasa dalam hal ini
adalah dengan meminum dan
memakan makanan yang
menyegarkan dan halal, bukan
merokok (yang makruh dan
berbahaya bagi kesehatan) seperti
yang pernah disiarkan oleh sebuah
radio swasta di Jakarta.
7. Berbuka Puasa Dengan Buah
Korma:
* Dari Salman bin Amir Adh
Dhabiyyi ra, dari Rasulullah SAW,
beliaubersabda: “Bila seseorang di
antara kamu berbuka puasa,
hendaklah dengan buah korma, bila
tidak ada, maka berbukalah dengan
air, sebab air itu suci (Hadits
diriwayatkan oleh Imam Lima).
8. Hukum Sahur (Makan sebelum
puasa):
* Dari Anas bin Malik ra, ia berkata:
“ Bersabda Rasulullah SAW:
‘Sahurlah kamu, karena dalam sahur
itu terdapat berkah yang besar” (HR
Bukhari – Muslim)
* HR A“Ummatku selalu dalam
kebaikan selagi mensegerakan
berbuka dan mengakhirkan
(melambatkan) sahur ” (HR Ahmad)
* “Sesungguhnya mengakhirkan
sahur itu merupakan sunnah dari
para Rasul ” (HR Ibnu Hibban)
9. Yang Dilarang Dalam Puasa:
* Barang siapa yang tidak bisa
meninggalkan diri dari ucapan palsu
(jelek) dan tetap mengerjakannya,
maka tidak berguna bagi Allah
puasanya (HR Bukhari – Muslim)
* “Banyak orang yang berpuasa
tidak mendapatkan pahala kecuali
lapar,dan banyak orang yang shalat
(malam) tidak mendapat pahalanya
kecuali berjaga ” (HR Al Hakim)
10. Hadits di atas menganjurkan kita
agar meningkatkan kendali diri (self
control) agar tidak mengucapkan
kata-kata yang keji dan perbuatan-
perbuatan yang tercela, terutama di
bulan Puasa.
* Dari Abdullah bin Umar ra, ia
berkata: “Bersabda Rasulullah SAW:
‘Tidak ada puasa orang yang
berpuasa selama-lamanya (tidak
sahur dan berbuka )’” (HR Bukhari –
Muslim)
* Dari Abu Hurairah ra, ia berkata:
“ Bersabda Rasulullah SAW: ‘
Barangsiapa yang terpaksa muntah,
maka tidak ada qadha baginya, dan
barang siapa sengaja muntah, maka
wajib qadha atasnya (batal
puasanya) [hadits diriwayatkan oleh
Imam Lima]
* Dari Abu Hurairah ra, ia berkata:
“ Seorang lelaki datang kepada
Rasulullah SAW mengadukan hal
dirinya, lalu ia berkata: ‘Ya Rasulullah,
celakalah aku’ Kemudian Rasulullah
SAW bertanya: ‘Mengapa?’
Jawabnya: ‘Aku telah menyetubuhi
istriku pada siang hari bulan
Ramadhan. Kemudian beliau
bertanya: ‘Apakah kamu punya
hamba sahaya yang dapat
dimerdekakan? ‘ Jawabnya: ‘Tidak
punya,’ maka beliau bertanya lagi:
‘Mampukah kamu berpuasa selama
dua bulan berturut2?’ Jawabnya:
‘Tidak mampu. Lalu beliau bertanya
lagi: ‘Dapatkah kamu memberi
makan 60 orang miskin? Jawabnya:
‘ Tidak dapat.’ Lalu Rasulullah duduk
dan menyerahkan sekarung korma
kepadanya, sambil bersabda:
‘ Sedekahkanlah ini.” Maka orang itu
berkata lagi: ‘Apakah disedekahkan
kepada orang yang paling fakir dari
kami, sebab tidak ada seorangpun di
antara orang yang berdiam pada
batu hitam dari ahli Madinah yang
paling membutuhkan lebih daripada
kami. Kemudian Rasulullah SAW
tersenyum, sehingga jelas terlihat
gigi beliau yang putih, kemudian
beliau bersabda: ‘Pergilah, berilah
makan keluargamu.” (Hadits
diriwayatkan oleh Imam Tujuh)
* “Sesungguhnya puasa itu perisai.
Maka jika salah seorang dari kamu
berpuasa, jangan berkata keji dan
kasar. Kalau dia dicela atau hendak
diperangi seseorang, hendaklah ia
berkata, sesungguhnya aku sedang
berpuasa ” (HR Bukhari – Muslim)
Semoga ini bermanfaat bagi kita
semua.