Dienul Islam datang
dengan seperangkat
ibadah yang beraneka
ragam. Hal itu
merupakan
kesempurnaan Dienul
Islam. Memang ada
beberapa ibadah yang
bisa dilakukan secara
bersamaan dan ada pula
yang tidak. Puasa
romadan merupakan
ibadah yang bersifat
wajib dan merupakan
jenis ibadah puasa sunnat
yang paling utama. Dan
puasa Tidak dapat
digambarkan cara
meenggabungkan kedua
ibadah tersebut secara
terus menerus. Maka
hendaklah mendahulukan
yang paling utama. Akan
tetapi, hendaknya juga
seorang insan melihat
keadaan dan
kemampuannya.
Faedah pertama: Puasa
syawal akan
menggenapkan ganjaran
berpuasa setahun penuh.
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
“ Barangsiapa yang
berpuasa Ramadhan
kemudian berpuasa enam
hari di bulan Syawal,
maka dia berpuasa
seperti setahun
penuh. ”[1]
Para ulama mengatakan
bahwa berpuasa seperti
setahun penuh asalnya
karena setiap kebaikan
semisal dengan sepuluh
kebaikan yang semisal.
Bulan Ramadhan (puasa
sebulan penuh, -pen)
sama dengan (berpuasa)
selama sepuluh bulan (30
x 10 = 300 hari = 10 bulan)
dan puasa enam hari di
bulan Syawal sama
dengan (berpuasa)
selama dua bulan (6 x 10
= 60 hari = 2 bulan).[2]
Jadi seolah-olah jika
seseorang melaksanakan
puasa Syawal dan
sebelumnya berpuasa
sebulan penuh di bulan
Ramadhan, maka dia
seperti melaksanakan
puasa setahun penuh. Hal
ini dikuatkan oleh sabda
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam,
“Barangsiapa berpuasa
enam hari setelah Idul
Fitri, maka dia seperti
berpuasa setahun penuh.
[Barangsiapa berbuat
satu kebaikan, maka
baginya sepuluh kebaikan
semisal][3].”[4] Satu
kebaikan dibalas dengan
sepuluh kebaikan semisal
dan inilah balasan
kebaikan yang paling
minimal.[5] Inilah nikmat
yang luar biasa yang
Allah berikan pada umat
Islam.
Cara melaksanakan
puasa Syawal adalah:
1. Puasanya dilakukan
selama enam hari.
2. Lebih utama
dilaksanakan sehari
setelah Idul Fithri, namun
tidak mengapa jika
diakhirkan asalkan masih
di bulan Syawal.
3. Lebih utama dilakukan
secara berurutan namun
tidak mengapa jika
dilakukan tidak
berurutan.
4. Usahakan untuk
menunaikan qodho’ puasa
terlebih dahulu agar
mendapatkan ganjaran
puasa setahun penuh.
Dan ingatlah puasa
Syawal adalah puasa
sunnah sedangkan qodho’
Ramadhan adalah wajib.
Sudah semestinya ibadah
wajib lebih didahulukan
daripada yang sunnah.
Faedah kedua: Puasa
syawal seperti halnya
shalat sunnah rawatib
yang dapat menutup
kekurangan dan
menyempurnakan ibadah
wajib.
Yang dimaksudkan di sini
bahwa puasa syawal akan
menyempurnakan
kekurangan-kekurangan
yang ada pada puasa
wajib di bulan Ramadhan
sebagaimana shalat
sunnah rawatib yang
menyempurnakan ibadah
wajib. Amalan sunnah
seperti puasa Syawal
nantinya akan
menyempurnakan puasa
Ramadhan yang
seringkali ada
kekurangan di sana-sini.
Inilah yang dialami setiap
orang dalam puasa
Ramadhan, pasti ada
kekurangan yang mesti
disempurnakan dengan
amalan sunnah.[6]
Faedah ketiga:
Melakukan puasa syawal
merupakan tanda
diterimanya amalan
puasa Ramadhan.
Jika Allah subhanahu wa
ta ’ala menerima amalan
seorang hamba, maka Dia
akan menunjuki pada
amalan sholih
selanjutnya. Jika Allah
menerima amalan puasa
Ramadhan, maka Dia
akan tunjuki untuk
melakukan amalan sholih
lainnya, di antaranya
puasa enam hari di bulan
Syawal.[7] Hal ini diambil
dari perkataan sebagian
salaf,
“ Di antara balasan
kebaikan adalah
kebaikan selanjutnya dan
di antara balasan
kejelekan adalah
kejelekan
selanjutnya. ”[8]
Ibnu Rajab menjelaskan
hal di atas dengan
perkataan salaf lainnya,
“ Balasan dari amalan
kebaikan adalah amalan
kebaikan selanjutnya.
Barangsiapa
melaksanakan kebaikan
lalu dia melanjutkan
dengan kebaikan lainnya,
maka itu adalah tanda
diterimanya amalan yang
pertama. Begitu pula
barangsiapa yang
melaksanakan kebaikan
lalu malah dilanjutkan
dengan amalan
kejelekan, maka ini
adalah tanda tertolaknya
atau tidak diterimanya
amalan kebaikan yang
telah dilakukan. ”[9]
10 September jam 20:37 · Suka ·
Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam Renungkanlah!
Bagaimana lagi jika
seseorang hanya rajin
shalat di bulan Ramadhan
(rajin shalat musiman),
namun setelah Ramadhan
shalat lima waktu begitu
dilalaikan? Pantaskah
amalan orang tersebut di
bulan Ramadhan
diterima?!
Al Lajnah Ad Da-imah Lil
Buhuts ‘Ilmiyyah wal
Ifta’ (komisi fatwa Saudi
Arabia) mengatakan,
“ Adapun orang yang
melakukan puasa
Ramadhan dan
mengerjakan shalat
hanya di bulan Ramadhan
saja, maka orang seperti
ini berarti telah
melecehkan agama Allah.
(Sebagian salaf
mengatakan), “Sejelek-
jelek kaum adalah yang
mengenal Allah (rajin
ibadah, pen) hanya pada
bulan Ramadhan saja. ”
Oleh karena itu, tidak sah
puasa seseorang yang
tidak melaksanakan
shalat di luar bulan
Ramadhan. Bahkan orang
seperti ini (yang
meninggalkan shalat)
dinilai kafir dan telah
melakukan kufur akbar,
walaupun orang ini tidak
menentang kewajiban
shalat. Orang seperti ini
tetap dianggap kafir
menurut pendapat ulama
yang paling kuat. ”[10]
Hanya Allah yang
memberi taufik.
Faedah keempat:
Melaksanakan puasa
syawal adalah sebagai
bentuk syukur pada Allah.
Nikmat apakah yang
disyukuri? Yaitu nikmat
ampunan dosa yang
begitu banyak di bulan
Ramadhan. Bukankah
kita telah ketahui bahwa
melalui amalan puasa dan
shalat malam selama
sebulan penuh adalah
sebab datangnya
ampunan Allah, begitu
pula dengan amalan
menghidupkan malam
lailatul qadr di akhir-
akhir bulan Ramadhan?!
Ibnu Rajab mengatakan,
“ Tidak ada nikmat yang
lebih besar dari
pengampunan dosa yang
Allah anugerahkan. ”[11]
Sampai-sampai Nabi
shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun yang telah
diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu dan akan
datang banyak
melakukan shalat malam.
Ini semua beliau lakukan
dalam rangka bersyukur
atas nikmat
pengampunan dosa yang
Allah berikan. Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam ditanya oleh
istri tercinta beliau yaitu
‘ Aisyah radhiyallahu
‘anha mengenai shalat
malam yang banyak
beliau lakukan, beliau
pun mengatakan, ا
“Tidakkah aku senang
menjadi hamba yang
bersyukur? ”[12]
Begitu pula di antara
bentuk syukur karena
banyaknya ampunan di
bulan Ramadhan, di
penghujung Ramadhan (di
hari Idul fithri), kita
dianjurkan untuk banyak
berdzikir dengan
mengangungkan Allah
melalu bacaan takbir
“ Allahu Akbar”. Ini juga di
antara bentuk syukur
sebagaimana Allah Ta’ala
berfirman,
“ Dan hendaklah kamu
mencukupkan
bilangannya dan
hendaklah kamu
bertakwa pada Allah atas
petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu,
supaya kamu
bersyukur. ” (QS. Al
Baqarah: 185)
Begitu pula para salaf
seringkali melakukan
puasa di siang hari
setelah di waktu malam
mereka diberi taufik oleh
Allah untuk
melaksanakan shalat
tahajud.
Ingatlah bahwa rasa
syukur haruslah
diwujudkan setiap saat
dan bukan hanya sekali
saja ketika mendapatkan
nikmat. Namun setelah
mendapatkan satu
nikmat, kita butuh pada
bentuk syukur yang
selanjutnya. Ada ba’it
sya’ir yang cukup bagus:
“Jika syukurku pada
nikmat Allah adalah
suatu nikmat, maka
untuk nikmat tersebut
diharuskan untuk
bersyukur dengan nikmat
yang semisalnya ”.
Ibnu Rajab Al Hambali
menjelaskan, “Setiap
nikmat Allah berupa
nikmat agama maupun
nikmat dunia pada
seorang hamba, semua
itu patutlah disyukuri.
Kemudian taufik untuk
bersyukur tersebut juga
adalah suatu nikmat yang
juga patut disyukuri
dengan bentuk syukur
yang kedua. Kemudian
taufik dari bentuk syukur
yang kedua adalah suatu
nikmat yang juga patut
disyukuri dengan syukur
lainnya. Jadi, rasa syukur
akan ada terus sehingga
seorang hamba merasa
tidak mampu untuk
mensyukuri setiap
nikmat. Ingatlah, syukur
yang sebenarnya adalah
apabila seseorang
mengetahui bahwa
dirinya tidak mampu
untuk bersyukur (secara
sempurna). ”[13]
Faedah kelima:
Melaksanakan puasa
syawal menandakan
bahwa ibadahnya kontinu
dan bukan musiman saja.
[14]
Amalan yang seseorang
lakukan di bulan
Ramadhan tidaklah
berhenti setelah
Ramadhan itu berakhir.
Amalan tersebut
seharusnya berlangsung
terus selama seorang
hamba masih menarik
nafas kehidupan.
Sebagian manusia begitu
bergembira dengan
berakhirnya bulan
Ramadhan karena
mereka merasa berat
ketika berpuasa dan
merasa bosan ketika
menjalaninya. Siapa yang
memiliki perasaan
semacam ini, maka dia
terlihat tidak akan
bersegera melaksanakan
puasa lagi setelah
Ramadhan karena
kepenatan yang ia alami.
Jadi, apabila seseorang
segera melaksanakan
puasa setelah hari ‘ied,
maka itu merupakan
tanda bahwa ia begitu
semangat untuk
melaksanakan puasa,
tidak merasa berat dan
tidak ada rasa benci.
Ada sebagian orang yang
hanya rajin ibadah dan
shalat malam di bulan
Ramadhan saja, lantas
dikatakan kepada
mereka,
“Sejelek-jelek orang
adalah yang hanya rajin
ibadah di bulan
Ramadhan saja.
Sesungguhnya orang yang
sholih adalah orang yang
rajin ibadah dan rajin
shalat malam sepanjang
tahun. ” Ibadah bukan
hanya di bulan
Ramadhan, Rajab atau
Sya ’ban saja.
Asy Syibliy pernah
ditanya, “Bulan manakah
yang lebih utama, Rajab
ataukah Sya ’ban?” Beliau
pun menjawab, “Jadilah
Rabbaniyyin dan
janganlah menjadi
Sya ’baniyyin.” Maksudnya
adalah jadilah hamba
Rabbaniy yang rajin
ibadah di setiap bulan
sepanjang tahun dan
bukan hanya di bulan
Sya ’ban saja. Kami kami
juga dapat mengatakan,
“ Jadilah Rabbaniyyin dan
janganlah menjadi
Romadhoniyyin. ”
Maksudnya, beribadahlah
secara kontinu (ajeg)
sepanjang tahun dan
jangan hanya di bulan
Ramadhan saja. Semoga
Allah memberi taufik.
‘Alqomah pernah
bertanya pada Ummul
Mukminin ‘Aisyah
mengenai amalan
Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam,
“Apakah beliau
mengkhususkan hari-hari
tertentu untuk beramal ?”
‘Aisyah menjawab,
“Beliau tidak
mengkhususkan waktu
tertentu untuk beramal.
Amalan beliau adalah
amalan yang kontinu
(ajeg). ”[15]
Amalan seorang mukmin
barulah berakhir ketika
ajal menjemput. Al Hasan
Al Bashri mengatakan,
“ Sesungguhnya Allah
Ta’ala tidaklah
menjadikan ajal (waktu
akhir) untuk amalan
seorang mukmin selain
kematian. ” Lalu Al Hasan
membaca firman
Allah, “Dan sembahlah
Rabbmu sampai datang
kepadamu al yaqin (yakni
ajal). ” (QS. Al Hijr: 99).[16]
Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan
mayoritas ulama
mengatakan bahwa “al
yaqin” adalah kematian.
Dinamakan demikian
karena kematian itu
sesuatu yang diyakini
pasti terjadi. Az Zujaaj
mengatakan bahwa
makna ayat ini adalah
sembahlah Allah
selamanya. Ahli tafsir
lainnya mengatakan,
makna ayat tersebut
adalah perintah untuk
beribadah kepada Allah
selamanya, sepanjang
hidup.[17]
Sebagai penutup,
perhatikanlah perkataan
Ibnu Rajab berikut,
“ Barangsiapa melakukan
dan menyelesaikan suatu
ketaaatan, maka di
antara tanda diterimanya
amalan tersebut adalah
dimudahkan untuk
melakukan amalan
ketaatan lainnya. Dan di
antara tanda tertolaknya
suatu amalan adalah
melakukan kemaksiatan
setelah melakukan
amalan ketaatan. Jika
seseorang melakukan
ketaatan setelah
sebelumnya melakukan
kejelekan, maka
kebaikan ini akan
menghapuskan kejelekan
tersebut. Yang sangat
bagus adalah
mengikutkan ketaatan
setelah melakukan
ketaatan sebelumnya.
Sedangkan yang paling
jelek adalah melakukan
kejelekan setelah
sebelumnya melakukan
amalan ketaatan.
Ingatlah bahwa satu dosa
yang dilakukan setelah
bertaubat lebih jelek dari
70 dosa yang dilakukan
sebelum bertaubat. …
Mintalah pada Allah agar
diteguhkan dalam
ketaatan hingga
kematian menjemput.
Dan mintalah
perlindungan pada Allah
dari hati yang
terombang-aming.”[18]
Semoga Allah senantiasa
memberi taufik kepada
kita untuk istiqomah
dalam ketaatan hingga
maut menjemput. Hanya
Allah yang memberi
taufik. Semoga Allah
menerima amalan kita
semua di bulan
Ramadhan dan
memudahkan kita untuk
menyempurnakannya
dengan melakukan puasa
Syawal.wallohu'alam
Segala puji bagi Allah
yang dengan nikmat-Nya
segala kebaikan menjadi
sempurna.
BalasHapus0822 315 62589
kami melayani jasa jasa pasang dan perbaikan sebagai berikut..
CCTV bisa dipantau dg hp.
AC pendingin ruangan.
bel panggil perawat atau pegawai.
running text LED.
GPS tracker buat kendaraan.
ALARM gedung.
PABX telephone lokal.
Panel listrik dan instalasi.
design alat sesuai kebutuhan.
bel jam otomatis.
alat elektronik mesincuci dll
Speaker gedung.
untuk info lebih lanjut mohon hub saya.
0822 315 625 89
Atau
tsabitataya@gmail.com
Saya siap brkunjung ke tempat anda.