Selasa, 28 Desember 2010

MENELAN LUDAH APAKAH BATAL PUASANYA.??

1. Bahwa orang yg
melakukan pembatal-
pembatal puasa dlm
keadaan lupa dipaksa dan
tdk tahu dari sisi hukum
mk tidaklah batal
puasanya. Begitu pula
orang yg tdk tahu dari
sisi waktu seperti orang
yg menjalankan sahur
setelah terbit fajar dlm
keadaan yakin bahwa
waktu fajar belum tiba.
Asy-Syaikh Muhammad
bin Shalih Al- ‘Utsaimin t
setelah menjelaskan
tentang pembatal-
pembatal puasa berkata:
“ Dan pembatal-pembatal
ini akan merusak puasa
namun tdk merusak
kecuali memenuhi tiga
syarat: mengetahui
hukum ingat dan
bermaksud melakukan .”
Kemudian beliau
membawakan beberapa
dalil di antara hadits yg
menjelaskan bahwa Allah
telah mengabulkan doa
yg tersebut dlm firman-
Nya:
“ Ya Allah janganlah
Engkau hukum kami jika
kami lupa atau kalau
kami salah . ”
Begitu pula ayat ke-106 di
dlm surat An-Nahl yg
menjelaskan tdk berlaku
hukum kekafiran
terhadap orang yg
melakukan kekafiran krn
dipaksa. mk hal ini tentu
lbh berlaku pada
permasalahan yg
berhubungan dgn
pembatal-pembatal
puasa.
Dan yg dimaksud oleh
Asy-Syaikh Al- ‘Utsaimin t
adl apabila orang
tersebut benar-benar tdk
tahu dan bukan orang yg
tdk mau tahu wallahu
a ’lam. Sehingga orang yg
merasa diri teledor atau
lalai krn tdk mau berta
tentu yg lbh selamat bagi
adl mengganti puasa atau
ditambah dgn membayar
kaffarah bagi yg terkena
kewajiban tersebut.
2. Orang yg muntah
bukan krn keinginan
tidaklah batal puasanya.
Hal ini sebagaimana
tersebut dlm hadits:
“Barang siapa yg muntah
krn tdk disengaja mk tdk
ada kewajiban bagi dia
utk mengganti puasanya.
Dan barang siapa yg
muntah dgn sengaja mk
wajib bagi utk mengganti
puasanya.”
Oleh krn itu orang yg
merasa mual ketika dia
menjalankan puasa
sebaik tdk berusaha
memuntahkan apa yg ada
dlm perut dgn sengaja
krn hal ini akan
membatalkan puasanya.
Dan jangan pula dia
menahan muntah krn
inipun akan berakibat
negatif bagi dirinya. mk
biarkan muntahan itu
keluar dgn sendiri krn hal
tersebut tdk
membatalkan puasa.
3. Menelan ludah tidaklah
membatalkan puasa.
Berkata Asy-Syaikh Ibnu
Baz
“ Tidak mengapa utk
menelan ludah dan saya
tdk melihat ada
perselisihan ulama dlm
hal ini krn hal ini tdk
mungkin utk dihindari
dan akan sangat
memberatkan. Adapun
dahak mk wajib utk
diludahkan apabila telah
berada di rongga mulut
dan tdk boleh bagi orang
yg berpuasa utk menelan
krn hal itu
memungkinkan utk
dilakukan dan tdk sama
dgn ludah. ”
4. Keluar darah bukan krn
keinginan seperti luka
atau krn keinginan
namun dlm jumlah yg
sedikit tidaklah
membatalkan puasa.
Berkata Asy-Syaikh
Al- ‘Utsaimin t
dalam beberapa
fatwanya:
a. “Keluar darah di gigi
tidaklah mempengaruhi
puasa selama menjaga
agar darah tdk ditelan ”.
b. “Pengetesan darah
tidaklah mengapa bagi
orang yg berpuasa yaitu
pengambilan darah utk
diperiksa jenis golongan
darah dan dilakukan krn
keinginan mk tdk apa-
apa”.
c. “Pengambilan darah
dlm jumlah yg banyak
apabila berakibat dgn
akibat yg sama dgn
melakukan berbekam
seperti menyebabkan
lemah badan dan
membutuhkan zat
makanan mk hukum sama
dgn berbekam ”
Maka orang yg keluar
darah akibat luka di gigi
baik krn dicabut atau krn
terluka gigi tidaklah
batal puasanya. Namun
dia tdk boleh menelan
darah yg keluar itu dgn
sengaja. Begitu pula
orang yg dikeluarkan
sedikit darah utk
diperiksa golongan darah
tidaklah batal puasanya.
Kecuali bila darah yg
dikeluarkan dlm jumlah
yg banyak sehingga
membuat badan lemah
mk hal tersebut
membatalkan puasa
sebagaimana orang yg
berbekam .
Meskipun terjadi
perbedaan pendapat yg
cukup kuat dlm masalah
ini namun yg
menenangkan tentu adl
keluar dari perbedaan
pendapat. mk bagi orang
yg ingin melakukan donor
darah sebaik dilakukan di
malam hari krn pada
umum darah yg
dikeluarkan jumlah besar.
Kecuali dlm keadaan yg
sangat dibutuhkan mk dia
boleh melakukan di siang
hari dan yg lbh hati-hati
adl agar dia mengganti
puasa di luar bulan
Ramadhan.
5. Pengobatan yg
dilakukan melalui suntik
tidaklah membatalkan
puasa krn obat suntik tdk
tergolong makanan atau
minuman. Berbeda hal
dgn infus mk hal itu
membatalkan puasa krn
dia berfungsi sebagai zat
makanan. Begitu pula
pengobatan melalui tetes
mata atau telinga
tidaklah membatalkan
puasa kecuali bila dia
yakin bahwa obat
tersebut mengalir ke
kerongkongan. Terdapat
perbedaan pendapat
apakah mata dan telinga
merupakan saluran ke
kerongkongan
sebagaimana mulut dan
hidung ataukah bukan.
Namun wallahu a ’lam yg
benar adl bahwa kedua
bukanlah saluran yg akan
mengalirkan obat ke
kerongkongan. mk obat
yg diteteskan melalui
mata atau telinga
tidaklah membatalkan
puasa. Meskipun bagi yg
merasakan masuk obat
ke kerongkongan tdk
mengapa bagi utk
mengganti puasa agar
keluar dari perselisihan.
6. Mencium dan memeluk
istri tidaklah
membatalkan puasa
apabila tdk sampai keluar
air mani meskipun
mengakibatkan keluar
madzi. Rasulullah
bersabda dlm sebuah
hadits shahih yg artinya:
“ Dahulu Rasulullah
mencium dlm keadaan
beliau berpuasa dan
memeluk dlm keadaan
beliau puasa akan tetapi
beliau adl orang yg paling
mampu menahan syahwat
di antara kalian.”
Akan tetapi bagi orang yg
khawatir akan keluar
mani dan terjatuh pada
perbuatan jima ’ krn
syahwat yg kuat mk yg
terbaik bagi adl
menghindari perbuatan
tersebut. Karena puasa
bukanlah sekedar
meninggalkan makan
atau minum tetapi juga
meninggalkan
syahwatnya. Rasulullah n
bersabda:
“ meninggalkan syahwat
dan makan krn Aku.”
Dan juga beliau n
bersabda:
“ Tinggalkan hal-hal yg
meragukan kepada yg
tdk meragukan. ”
7. Bagi laki2 yg sedang
berpuasa diperbolehkan
utk keluar rumah dgn
memakai wewangian.
Namun bila wewangian
itu berasal dari suatu
asap atau semisal mk tdk
boleh utk menghirup atau
menghisapnya. Juga
diperbolehkan bagi utk
menggosok gigi dgn pasta
gigi kalau dibutuhkan.
Namun dia harus menjaga
agar tdk ada yg tertelan
ke dlm tenggorokan
sebagaimana
diperbolehkan bagi diri
utk berkumur dan
memasukkan air ke
hidung dgn tdk terlalu
kuat agar tdk ada air yg
tertelan atau terhisap.
Namun seandai ada yg
tertelan atau terhisap
dgn tdk sengaja mk tdk
membatalkan puasa. Hal
ini sebagaimana
disebutkan dlm hadits:
“ Bersungguh-sungguhlah
dlm istinsyaq kecuali jika
engkau sedang
berpuasa . ”
8. Diperbolehkan bagi
orang yg berpuasa utk
menyiram kepala dan
badan dgn air utk
mengurangi rasa panas
atau haus. Bahkan boleh
pula utk berenang di air
dgn selalu menjaga agar
tdk ada air yg tertelan ke
tenggorokan.
9. Mencicipi masakan
tidaklah membatalkan
puasa dgn menjaga
jangan sampai ada yg
masuk ke kerongkongan.
Hal ini sebagaimana
disebutkan oleh Ibnu
Abbas c
dalam sebuah atsar:
“ Tidak apa-apa bagi
seseorang utk mencicipi
cuka dan lain yg dia akan
membelinya. ”
Demikian beberapa hal
yg bisa kami ringkaskan
dari penjelasan para
ulama. Yang paling
penting bagi tiap muslim
adl meyakini bahwa
Rasulullah n
tentu telah menjelaskan
seluruh hukum-hukum yg
ada dlm syariat Islam ini.
mk kita tdk boleh
menentukan sesuatu itu
membatalkan puasa atau
tdk dgn perasaan semata.
Bahkan harus
mengembalikan kepada
dalil dari Al Qur`an dan
As Sunnah dan penjelasan
para ulama.
06 September jam 23:55 · Suka
Tanya Jawab Masalah
Islam Ada beberapa hal
yang membatalkan puasa
dengan konsekuensi
qadla` saja tanpa
berkewajiban membayar
kafarah, yaitu:
1. Masuknya satu benda
atau dzat ke dalam perut
dari lobang terbuka
seperti mulut, hidung,
lobang penis, anus dan
bekas infus, baik
sesedikit/sekecil apapun,
seperti semut merah;
ataupun benda tersebut
yang tidak biasa dimakan
seperti debu atau kerikil.
Masuk dalam kategori ini
juga :
* Sengaja mencium bau
renyah daging goreng;
* Menghirup obat pelega
pernafaan (semacam
vicks atau mint) ket ika
seseorang merasa sesak
nafas;
* Menelan kembali ludah
yang sudah berceceran
dari pusat kelenjar
penghasil ludah. Seperti
menelan kembali ludah
yang sudah keluar dari
mulutnya (dihukumi
sebagai benda luar); atau
seseorang membasahi
benang dengan ludahnya
kemudian
mengembalikan benang
yang basah (oleh
ludahnya tersebut) ke
dalam mulutnya dan hasil
ludah tersebut ditelannya
lagi; atau menelan ludah
yang sudah bercampur
dengan benda lain -lebih-
lebih benda yang terkena
najis.
* Mempermainkan ludah
di antara gigi-gigi,
sementara ia bisa
memuntahkannya.
* Menelan sisa-sisa
makanan yang menempel
di antara gigi-gigi meski
sedikit, sementara ia
sebenarnya bisa
memisahkannya tanpa
harus menelannya.
2. Menelan dahak yang
sudah sampai ke batas
luar mulut. Namun jika
kesulitan
memuntahkannya maka
tidak apa-apa;
3. Masuknya air
madlmadlah (air kumur)
atau air istinsyaq (air
untuk membersihkan
hidung) ketika wudlu
hingga melwati
tenggorokan atau
kerongkongan karena
berlebih-lebihan dalam
melakukannya.
4. Muntah dengan
sengaja walaupun ia
yakin bahwa muntahan
tersebut tidak ada yang
kembali ke perut.
5. Ejakulasi ekster-coitus
(Istimna) seperti onani --
baik dengan tangan
sendiri maupun bantuan
isterinya--, atau mani
tersebut keluar
disebabkan sentuhan,
ciuman, maupun
melakukan petting
(bercumbu tanpa
senggama) tanpa
penghalang (bersentuhan
kulit dengan kulit). Hal-
hal tersebut
membatalkan puasa
karena interaksi secara
langsung menyentuh
kelamin hingga
menyebabkan ejakulasi.
Adapun jika seorang
keluar mani karena
imajinasi sensual, melihat
sesuatu dengan syahwat,
melakukan petting tanpa
sentuhan kulit dengan
kulit (masih dihalangi
kain), maka tidak apa-
apa, karena interaksi
tersebut tidak secara
langsung menyentuh
kelamin hingga
menyebabkan ejakulasi.
Dan hukumnya
disamakan dengan mimpi
basah. Namun jika hal itu
dilakukan berulang-ulang
maka puasanya batal,
meskipun tidak ejakulasi.
6. Jelas-jelas keliru makan
pada siang hari, karena
sudah terbitnya fajar
atau belum terbenamnya
matahari.
Jika ia berbuka puasa
dengan sebuah ijtihad
yaitu membaca
keberadaan awan
kemerah-merahan
(sabagai tanda waktu
buka) atau yang lain,
seperti cara menentukan
waktu sholat (secara
astronomis), maka
dibolehkan atau sah
puasanya.
Namun, untuk kehati-
hatian, hindari makan di
penghujung hari
(berbuka) kecuali dengan
keyakinan sudah saatnya
berbuka. Juga dibolehkan
makan di penghujung
malam (waktu sahur) jika
ia menyangka masih ada
waktu meski sebenarnya
waktu fajar sudah tiba
dan dimulutnya masih
ada makanan maka sah
puasanya. Sebab dasar
hukum itu berangkat dari
keyakinan awal yaitu
belum terbit fajar. Akan
tetapi jika sudah jelas-
jelas ia mengetahui
terbitnya fajar (imsak)
sementara di mulutnya
masih ada makanan
kemudian ia langsung
memuntahkan makanan
tersebut maka tidak apa-
apa, namun jika masih
asyik memakannya maka
puasanya batal.
7. Datang bulan (haid),
nifas, gila, dan murtad.
Sebab kembali pada
syarat-syarat sahnya
puasa yaitu sehat akal
(Akil), masuk ke jenjang
dewasa (baligh), muslim,
dan suci dari haid dan
nifas. Dengan demikian
batalnya puasa tersebut
karena tidak memenuhi
persyaratan tersebut
diatas.

2 komentar: