”Puasa hari
Arafah itu menghapuskan
dosa dua tahun: satu
tahun yang telah lalu,
dan satu tahun yang akan
datang. ” (HR. Muslim)
Pada dasarnya nazar itu
wajib dilaksanakan
apabila telah diucapkan.
Dan bila telah diucapkan
maka tidak boleh dicabut
lagi. Karena nazar itu
merupakan janji kepada
Allah. Kecuali bila
nazarnya itu mengandung
kemaksiatan atau
kemudharatan. Maka
tidak boleh dilakukan.
Dan nazar itu harus
dilakukan sesuai dengan
janji yang diucapkan
dalam bentuk teknisnya.
Bila nazarnya adalah
puasa 10 berturut-turut,
maka harus berturut-
turut. Bila pada hari
kesepuluh menjelang
maghrib batal puasanya,
maka harus mengulang
lagi dari hari pertama.
Sebab bunyi nazarnya
memang 10 hari berturut-
turut. Dan hendaklah
mereka melaksanakan
nazarnya?. (QS. Al-Hajj :
29 ) Mereka menunaikan
nazarnya dan takut atas
hari yang azabnya merata
dimana-mana? (QS. Al-
Insan : 7) Para ulama
telah membagi nazar itu
menjadi nazar yang
disebutkan secara detail
dan nazar yang bersifat
umum/mutlak. Yang
disebutkan secara deail
misalnya bila saya lulus
ujian saya akan berpuasa
sebulan penuh. Yang
disebutkan secara umum
misalnya bila saya lulus
ujian, maka saya akan
puasa, tanpa
menyebutkan berapa
lama atau hal yang
lainnya. Bila telah
disebutkan secara detail,
maka hal itu menjadi
kewajiban untuk
melaksanakannya.
Karena itu silahkan anda
ingat-ingat, apakah anda
telah bernazar untuk
melakukan ibadah secara
detail dan rinci atau
hanya secara umum ? Bila
hanya secara umum,
maka tentu
pelaksanaannya lebih
luas dan lebih bebas.
Hukum Nazar Hukum
nazar sendiri merupakan
perselisihan para ulama.
Sebagian
membolehkannya dan
sebagian lainnya
melarangnya. Dasarnya
adalah karena nazar itu
menunjukkan bahwa
seseorang itu pelit / kikir
kepada Alah. Mau
melakukan kebajikan
hanya kalau Allah
meluluskan hajatnya.
Seolah-olah niatnya tidak
ikhlas karena Allah, tapi
karena ingin diluluskan
hajatnya. Sehingga,
menurut para ulama yang
mendukung pendapat ini,
sebaiknya seseorang
tidak bernazar.
Rasulullah SAW telah
melarang untuk bernazar
dan bersabda : ?Nazar itu
tidak menolak sesuatu.
Sebenarnya apa yang
dikeluarkan dengan nazar
itu adalah dari orang
bakhil/kikir?. Selain itu,
nazar hanya dibenarkan
manakala bentuknya
adalah amal yang bersifat
taqarrub ilallah. Yaitu
yang bernilai ibadah
seperti shalat, puasa,
shadaqah dan lainnya.
Sedangkan bila tidak
bernilai ibadah seperti
bila lulus ujian,seseorang
akan menggunduli kepala
sampai licin tuntas, maka
hal itu tidak bisa disebut
nazar. Lepas dari
perbedaan ulama tentang
boleh tidaknya bernazar,
bila nazar sudah
dijatuhkan, maka
hukumnya wajib untuk
ditunaikan. Karena pada
dasarnya nazar adalah
janji kepada Allah. Dalam
hal ini kita bisa lihat
contoh kasusnya dalam
bab puasa wajib, dimana
kita menemukan bahwa
selain puasa ramadhan
dan qadha`nya juga ada
puasa nazar. Yaitu ketika
seseroang bernazar untuk
berpuasa bila
keinginannya dikabulkan.
Hukumnya adalah wajib
untuk dikerjakan. jadi
laksanakan puasa
nazaranda dulu. baru
anda berpua sunnah.
wallohu'lam
Assalamualaikum wr.wb
BalasHapusMaaf pak saya mau nanya
Apakah boleh menggabung puasa nazar dan puasa arafah dalam 1 waktu bersamaan
Lalu bagaimana dengan niat puasa nya apakah niat puasa nya di baca kedua nya
Atau bagaimana
Mohon informasi nya
Assalamualikum wr.wb
Hal yang sama yg ingin saya tanyakan.mohon informasinya
BalasHapus